Kereta kuda berjalan sangat lambat karena hari sudah gelap. Bahkan mungkin sudah tengah malam. Bayu masih terbaring menutup matanya. Semua membisu tak ada satu orang pun yang membuka suara. Dhika sedikit demi sedikit mengetahui rahasia rahasia teman temannya. Diapun mulai mengerti keraguan yang selalu dia rasakan dulu. Tapi keraguan itu sudah mulai sirna. Lima belas tahun terpisah membuatnya lebih berfikir terbuka. Semua orang punya rahasia. Semua orang punya keraguan. Jika saatnya tiba semua akan terungkap dengan sendirinya. Waktu akan menuntun ke arah yang tepat.
Dylan merasa sesak dengan kebisuan ini. Sambil memegang tali kekang, dia pun membuka suara. "Apa terjadi sesuatu sebelum kita berangkat? Kenapa dia tidak sadarkan diri?"
Dhika "Jaka, selama lima belas tahun ini, apa kau bersamanya? Apa yang terjadi setelah Nirmala menghilang?"
Jaka "Kau ingin tau?"
Dhika hanya diam. Dia yakin pertanyaannya itu mungkin harus membongkar semua rahasia yang selama ini terkubur.
Jaka "Sudah ku katakan aku membencimu. Aku membenci kalian berdua. Bahkan jauh sebelum itu, ketika pertama kali dia datang ke pemukiman kami, aku membencinya."
Dylan menghela nafas, dirinya seakan tidak terlihat atau tidak terdengar. Tidak ada satupun yang menjawab pertanyanyaannya. Tapi dia berhasil membuat semua orang membuka mulut.
Jaka "Tapi dia selalu percaya pada kalian berdua. Akan ku ceritakan semua padamu. Berjanjilah, kau akan menyelesaikan semua kekacauan ini."
Jaka mengerti masalah ini sangat besar. Melibatkan banyak orang. Merenggut banyak nyawa. Bahkan mungkin mengancam tanah pasundan atau mungkin bisa lebih besar lagi. Sedikit informasi akan membuat Dhika lebih mudah menyambungkan benang merah. Lagipula dia punya koneksi yang tinggi. Kali ini mungkin hanya Dhika yang bisa membantunya menyelesaikan semua permasalahan. Mungkin bahkan memecahkan semua misteri.
Lima belas tahun lalu setelah perang dengan tentara mongol usai. Kemenangan seharusnya dirayakan semua orang. Tapi pemukiman Halimun kedatangan tamu tak diundang. Dengan waktu singkat Boris dan pasukan nya datang. Haris yang menunjukan jalannya. Letak pemukiman sedikit sulit di temukan meski tidak memiliki benteng pelindung. Lajur yang berkelok dan jalan setapak yang terkadang curam, seharusnya sedikit mempersulit mereka menemukannya. Tapi dengan mudah Boris datang dan mengacau disana. Haris mematung di samping gerbang ketika pasukan Boris memporak porandakan seisi pemukiman. Menghilangkan puluhan nyawa tak bersalah. Raut wajah bersalahnya sangat terlihat. Entah apa yang Haris pikirkan saat itu. Ketika Rinaya melihatnya dari kejauhan, dia hanya mengalirkan airmatanya. Menatap Mata Haris yang juga berair. Haris mungkin sedikit balas dendam pada Rinaya, dia ingin Rinaya merasakan hal yang sama. Kehilangan keluarganya di depan matanya. Tapi dia lupa bahwa ini kali kedua Rinaya mengalami hal buruk seperti ini.
Di depan mata keduanya Jaka tersungkur tak berdaya. Baru saja Rinaya merasa lega Jaka bisa selamat, kini harus melihatnya terjatuh ketanah bersimbah darah. Haris pun melihat itu. Tapi Haris seakan menambah kebenciannya ketika melihat Rinaya berlari pergi. Melarikan diri. Haris merasa Nirmala memang orang yang tidak tau diri. Yang lebih dibencinya lagi adalah, Bayu pun berlari mengejarnya. Begitu juga dengan Dhika. Senyum pahit terlukis di bibirnya. Kebenciannya semakin mendalam.
Rinaya kehilangan pijakan. Satu tembakan anak panah membuatnya melangkah mundur. Kehilangan keseimbangan. Dan jatuh. Semua berjalan sangat cepat. Dhika dan Bayu tak kuasa meraihnya. Hati Bayu teriris lebih pedih melihat itu. Dhika seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tubuh Rinaya memudar, seperti kunang kunang berterbangan meninggalkan tempatnya. Tapi satu hal yang tidak pernah mereka lupakan. Rinaya terlihat sangat tenang, dia bahkan tersenyum seraya menghilang dari pandangan. Mereka berdua mematung memandangi ujung tebing yang tertutupi kabut tebal. Entah seberapa tinggginya itu.
Boris tertawa bahagia melihat pemandangan itu. Melihat raut muka Bayu dan dhika yang memucat, Boris semakin yakin tujuannya terpenuhi. Dia kembali ke pemukiman Halimun. Dan membereskan sisanya. Haris masih mematung tapi air mata sudah tak mengalir lagi. Dia bahkan masih menggoreskan senyum pahit.
Boris dan beberapa pengikutnya datang menghampiri. "Kau melakukan tugasmu dengan baik." Boris menepuk pundak Haris seraya memujinya. Lalu melangkah menjauh seakan dia benar benar selesai disana. Pikiran licik memang selalu ada pada peran antagonis. Boris mengayunkan pedangnya, menusuk Haris yang hanya mematung sedari tadi. Haris menyadari itu. Dia tau Boris pasti membunuhnya kelak. Tapi tidak saat ini. Sebelumnya Boris berjanji padanya tidak akan membunuh Bayu. Karena Bayu adalah salah satu keluarganya. Boris menepati itu. Tapi tidak ada perjanjian untuk tidak membunuh Haris. Bayu melihat itu dari kejauhan. Kebenciannya kepada Boris kini memuncak.
Bayu memanggil sebagian kecil teman teman Segalanya. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Mereka terlihat lebih besar dan lebih menyeramkan. Bahkan lebih ganas di banding sebelumnya. Bayu terus meniup peluitnya. Srigala srigala itu menyerang semua pasukan Boris dengan mudah. Semua orang kewalahan. Boris melarikan diri. Bayu semakin tidak terkendali dengan emosinya. Srigala itu mencabik cabik mangsanya dengan ganas. Dhika mematung melihat hal yang mengerikan ini. Bahkan lebih mengerikan dari perang kemarin. Raut wajah Bayu sudah tak dikenali lagi. Sangat marah, sangat benci, dan sangat menakutkan. Meski Boris sudah tidak di tempatnya, tapi dia seperti sudah kehilangan hati nuraninya. Tidak membiarkan siapapun lolos dari jangkauannya. Dhika melepas pedang di tangannya. Berlari mendekati Bayu. Berusaha menghentikannya melakukan kengerian itu. Berusaha menyadarkannya dan kembali ke dirinya.
Dhika memeluknya "Cukup Bayu. Sudah cukup, jangan lakukan lagi. Rinaya tidak akan senang dengan ini."
Bayu kembali tenang mendengar kalimat itu. Bayu menangis. Sedikit menyesal tapi juga sangat sedih dan marah dengan apa yang dia lihat. Tidak akan ada yang bisa melupakan ini. Semua terjadi begitu cepat dan begitu menyakitkan. Bayu berlari pergi dari pemukiman itu. Lebih cepat dari biasanya. Dhika khawatir dan mengejarnya. Tapi dia kehilangannya. Entah kemana Bayu pergi. Dhika berpapasan dengan kpala keluarga Wiriya di kaki gunung. Entah apa yang membuatnya datang kesana. Sedikit perdebatan terjadi. Tapi Dhika bukan orang yang ingin berdebat. Ayahnya Marah atas keterlibatannya dengan masalah ini. Pamannya tidak bisa berbuat banyak meski dia mengerti. Mereka membawa Dhika pulang.
Malam pun tiba. Entah apa yang membawa Bayu kembali ke pemukiman Halimun. Dia langsung berlari mendekati Haris yang masih terbaring tak berdaya. Hanya tersisa satu nafas. Haris masih hidup. Lukanya sangat parah. Siapapun yang menerima luka seperti ini biasanya tidak akan bertahan lebih dari satu jam. "Maafkan aku, Haris. Seharusnya aku lebih peduli padamu."
Bukan hanya Haris. Jaka pun masih bernafas. Haris bertahan dengan keajaiban. Tapi berbeda dengan Jaka. Dia memiliki sesuatu yang tidak biasa.
Bayu membawa Haris kedalam Goa. Membaringkannya ke tempat tidur. Merawat luka lukanya. Nafasnya sulit, denyut nadinya lemah. Dia kehilangan banyak darah. Tapi Bayu tidak ingin menyerah.
Bayu adalah seorang Tabib. Melihat mayat yang bergelimpangan membuat jiwa kemanusiaannya tergugah. Dia berniat untuk menguburkan semua mayat mayat itu. Satu persatu dia baringkan di tempat yang sama, ketika melihat tubuh jaka yang terbaring bertelanjang dada dia menyadari satu hal. Kulitnya yang kuning langsat memudar pucat. Tapi bukan hanya itu saja. Tubuhnya tidak sekaku mayat mayat yang lain. Bayu memeriksanya.
Nafasnya tipis. Denyutnya lemah. Jaka masih hidup. Satu lagi keajaiban yang terjadi di depan matanya.
Bayu membaringkan tubuh Jaka di dalam goa. Beberapa luka masih mengaga lebar. Beberapa lagi sudah menutup dengan sendirinya. Benar. Satu hal terjadi pada Jaka. Regenerasi luka lukanya berlangsung sangat cepat. Perlahan Jaka membuka matanya.
"Jaka. Tidak apa apa kau akan baik baik saja. Tidur lah lagi"
"Tuan, aku merasa aneh. Apa yang terjadi padaku?" Dengan terbata dia bicara.
"Tidak perlu khawatir. Kau baik baik saja."
"Tidak tuan. Ini tidak benar. Sesuatu yang masuk kedalam tubuhku. Apa itu sudah mati?"
"Itu... Aku tidak tau. Aku mencoba membunuhnya tapi aku tidak tau secara pasti. Jika semacam hewan. Bangkainya mungkin masih ada di dalam tubuhmu. Itu tidak bisa di keluarkan."
"Apa aku akan seperti mereka? Badanku terasa panas."
"Kau akan baik baik saja. Tenanglah. Istirahatlah. Sementara aku merawat haris."
Jaka percaya pada perkataannya. Dia tidak menanyakan tentang Nirmala dan yang lainnya. Dia mungkin tidak ingat apapun.
Keesokan harinya Jaka berteriak histeris. Merasa sekujur tubuhnya panas tak tertahankan. Efek dari mahluk itu seakan sedang bereaksi padanya. Bayu dengan sigap membantunya. Memberinya obat obatan dan penanganan akupuntur. Setidaknya hal itu bisa membuatnya lebih tenang dan tidak kesakitan. Bayu sangat telaten ketika merawat seseorang. Baginya pasien adalah nyawanya.
Jaka sudah mulai tenang dan Bayu melepas satu persatu jarum jarum yang masih menempel di tubuh Jaka. Dengan sangat hati hati.
"Tuan, dimana putri? Apakah Tuan muda Wilis tidak datang lagi? Kenapa terasa sepi sekali."
"Kau tidak tau apa yang terjadi? Aku yakin kau benar benar kehilangan kesadaran saat itu. Tapi aku bersyukur kau masih hidup."
"Apa maksudmu? Apa yang terjadi setelah itu?"
"Apa kau akan baik baik saja jika aku katakan?"
"Apa itu sangat buruk? Putri, dimana dia?"
"Tenanglah. Aku tetap akan memberitahumu. Aku tidak suka menyimpan rahasia orang lain."
Memang tidak ada alasan bagi Bayu untuk menutupi ini semua. Bagaimanapun, Jaka adalah bagian dari kelompok itu.
"Boris membantai semua nyawa. Tidak ada yang tersisa. Kau kini sebatang kara. Usaha ketuamu untuk kelompok ini, berakhir sampai disini. Aku sudah menguburkan semua orang. Dekat dengan patung dewi. Katanya dewi itu bisa membawa permohonanmu hingga kelangit. Ku harap permohonan mereka bisa tersampaikan."
Jaka terlihat tegar. Tapi tetap saja bulir air mata tidak bisa di tahan sama sekali. Bertahun tahun mereka bersama. Pada akhirnya mati bersama pula.
"Lalu putri?"
Bayu tersenyum "Dia sudah pulang ke tempat asalnya. Ku harap dia baik baik saja di dunianya."
Air mata Jaka semakin tak tertahankan. Sedikit terisak mendengar kalimat terakhir darinya. Meski Rinaya mungkin tidak mati tapi tetap saja, mereka mungkin tidak akan bertemu untuk selamanya.