Hari ulang tahun Fira akhirnya tiba. Matahari bersinar cerah di pagi itu, seolah ikut merayakan momen spesial. Bagas merasa lebih gugup dari biasanya. Ia sudah mempersiapkan hadiah sederhana namun berarti—sebuah buku harian dengan desain elegan, berwarna biru muda, warna favorit Fira.
Acara ulang tahun Fira diadakan di taman kesukaannya, sebuah tempat kecil yang asri di pinggir kota, dengan banyak pohon rindang dan bunga-bunga berwarna-warni yang mekar. Taman itu adalah tempat yang sering mereka kunjungi bersama, terutama saat Fira ingin menikmati ketenangan atau sekadar berbincang ringan. Bagas, Lila, dan Dimas datang lebih awal untuk membantu mempersiapkan dekorasi sederhana.
“Aku rasa Fira bakal suka,” ujar Lila sambil menata beberapa balon di bawah salah satu pohon besar.
Dimas mengangguk sambil menata kursi. “Semoga aja dia nggak nangis. Soalnya kan dia gampang banget terharu.”
Bagas hanya diam sambil memegang hadiah yang sudah ia bungkus rapi. Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Ia tahu momen ini bukan hanya tentang merayakan ulang tahun Fira, tetapi juga tentang keberaniannya untuk menyatakan sesuatu yang selama ini ia pendam.
Tak lama, Fira datang bersama keluarganya. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna pastel, dan senyumnya langsung menghangatkan suasana. “Wah, kalian benar-benar niat banget, ya!” serunya saat melihat dekorasi dan balon-balon yang tertata cantik di bawah pohon.
“Ya iyalah, masa ulang tahun kamu biasa-biasa aja?” jawab Dimas sambil tertawa.
“Selamat ulang tahun, Fir,” ucap Lila sambil memberikan pelukan singkat.
Bagas maju perlahan dan menyerahkan hadiahnya dengan sedikit canggung. “Selamat ulang tahun, Fir. Ini... buat kamu.”