kenangan yang tak pergi

Akhmad Ramdani
Chapter #11

langkah yang berat


Hari-hari berlalu dengan lambat sejak kepergian Fira. Sekolah tetap berjalan seperti biasa, tetapi bagi Bagas, semuanya terasa berbeda. Bangku kosong di sebelah Lila selalu mengingatkannya pada sosok ceria yang dulu selalu ada. Tawa Fira yang biasa mengisi ruang kelas kini hanya tinggal kenangan.


Bagas berjalan melewati lorong sekolah dengan langkah berat. Suara langkah kaki para siswa, obrolan, dan tawa mereka terdengar jauh di telinganya, seakan dunia melanjutkan perjalanannya tanpa memedulikan kehilangan yang ia rasakan.


Di kantin, ia duduk di meja yang biasa mereka tempati bersama. Dimas dan Lila duduk di hadapannya, tetapi tidak ada yang berbicara. Biasanya, Fira akan menjadi orang pertama yang membuka percakapan, membahas hal-hal konyol atau mengomentari makanan yang ia pesan.


“Gas,” suara Lila memecah keheningan.


Bagas mengangkat kepalanya, menatap Lila yang tampak ragu-ragu.


“Kamu nggak harus memaksakan diri kalau belum siap,” lanjutnya pelan.


Dimas mengangguk setuju. “Kita ngerti kok, Gas. Semua ini nggak mudah.”


Bagas menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk. “Aku baik-baik aja,” katanya, meski hatinya berkata sebaliknya.


Lila menggigit bibirnya. “Kalau kamu mau cerita, kapan aja, kita ada di sini.”


Bagas hanya tersenyum kecil, lalu kembali menatap makanan di depannya. Ia tahu mereka peduli, tetapi ia sendiri masih belum tahu bagaimana cara mengungkapkan semua yang ia rasakan.



---


Sepulang sekolah, Bagas berjalan sendirian ke taman tempat Fira dulu sering menghabiskan waktu. Ia duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, memandangi langit senja yang perlahan berubah warna.


Tempat ini terasa kosong tanpa Fira. Biasanya, mereka akan duduk di sini bersama, membahas hal-hal kecil yang tak penting, bercanda, dan tertawa. Sekarang, hanya ada kesunyian.


Lihat selengkapnya