Kenanganmu vol.1

Fitriyana
Chapter #3

3. Ospek

Aku berlari tergopoh-gopoh sampai di gerbang sekolah. Untung belum telat dan masih banyak siswa yang berlalu lalang. Hari pertama ospek yang membuatku super hectic dari semalam. Menyiapkan tas dari karung goni. Membuat papan nama menggunakan kertas bufalo pink dan nantinya digantung di leher dengan tali rafia. Plus harus kuncir rambut 8 buah. Ya Tuhan. Aku tak mau memakai semua atribut itu dari rumah. Gila saja, bisa ditertawakan orang dalam bus. No Way..

Aku langsung menuju toilet sekolah, berganti kostum olahraga dan memasang atribut yang lain. Dengan segera aku berlari keluar menuju lapangan, di mana teman-teman sependeritaanku telah berkumpul.

"Tunggu dulu, dek. Berhenti." Seorang senior memblokir jalanku.

"Iya, Mbak?" Jawabku tanpa dosa. 

"Rambut kamu nggak dikuncir?" Tanyanya lagi tegas.

"Eh, iya. Lupa, Mbak." Jawabku lagi cengengesan tanpa dosa. 

"Kamu mau kuncir sendiri tapi nggak pake kaca, atau mau kita bantu kuncir?" Tanyanya lagi dengan nada mengintimidasi.

Aduh, bingung. Kalau kuncir sendiri tanpa kaca. Bagaimana caranya? Kalau dibantu mereka, pasti jatuhnya aku dikerjai. 

Ah, peduli setan. Mukaku juga buluk. Ngapain mikirin penampilan coba?

Gumamku dalam hati.

"Emm.. Dibantu aja, Mbak." Jawabku ragu.

Aku langsung duduk di kursi yang telah disiapkan. Senior yang lain datang mengerubungiku. Seperti lalat mengerubungi ikan asin. Aku rasakan rambutku ditarik-tarik seperti dijambak, mereka menyisir rambutku kasar. Aku tak peduli, sudah kepalang tanggung.

"Udah. Sana masuk barisan." Perintah seniorku itu.

Aku mengangguk saja. Aku melihat senior itu menahan tawa menatapku. Pasti mereka menguncir rambutku asal. Apalagi rambutku pendek untuk ukuran cewek. Tak mungkin mereka sebaik itu, maaf aku tak bisa berpikir positif. Ini masih ospek. Mana mungkin semanis itu kakak senior? Pikirku.

Aku langsung masuk ke dalam barisanku. Hampir semua pasang mata melihatku dan menahan tawa. Ah, sialan. Pasti tampangku aneh.

"HA HA HA.. HA HA HA.." Tawa keras terdengar menggema di lapangan sekolah.

"Mei.. Mukamu.. Ya ampun. Nggak ngaca kamu?" Pandu menertawaiku di depan semua orang. 

Aku terkejut mendengarnya. Aku tau, senior itu pasti menguncir rambutku tak beraturan. Aku tak peduli. Tapi Pandu membuatku malu di depan semua orang. Semua mata menatapku dengan pandangan lucu. Hampir semua orang ikut menertawaiku. Bahkan Putra yang notabene pendiam dan acuh pun ikut menunduk menahan tawa hingga wajahnya memerah.

"Pandu sialan. Dua kali kamu bikin aku malu." Aku mengepalkan tanganku geram.

Aku mendekat pada Pandu. Tanpa pikir panjang aku menginjak kakinya dengan keras hingga dia menjerit kesakitan.

"Sialan, Mei. Gila kamu ya. Sakit tau!" Pekik Pandu.

"Kamu yang sialan. Udah 2 kali kamu bikin aku malu di depan semua orang. Dasar Pandu sinting!" Aku mendongakkan wajahku, menunjuk mukanya dengan telunjukku.

"Untung kamu cewek. Dasar Mei cupu." Ejeknya lagi.

"Hih.. Pandu!" Teriakku menarik kaos olahraganya.

Priittt Priiitttt

Seorang senior membunyikan peluit yang memekakkan telingaku. Membuatku dan Pandu terdiam seketika.

Lihat selengkapnya