Di bawah Pohon Pinus

Ati Raah
Chapter #1

Prolog

Hidup Raina semakin lengkap ketika ia diadopsi saat berumur sebelas tahun. Memiliki kedua orangtua adalah impian setiap anak di panti asuhan. Hari-hari Raina terisi dengan keceriaan, canda tawa dan cerita bahagia. Namun, itu tidak berlangsung lama. Canda tawa menjelma menjadi gundah gulana, keceriaan berubah menjadi sebuah kegelisahan yang tidak terlihat ujungnya, cerita bahagia menjadi sebuah mimpi buruk setiap Raina menutup mata.

Semuanya dirampas oleh seseorang yang enggan menampakkan diri. Berawal dari surat kaleng yang ia dapatkan tepat setelah satu tahun ia diadopsi sampai panggilan yang harus Raina angkat melalui ponselnya. Kebebasannya direnggut oleh orang itu. Mengelak pun sepertinya sia-sia, Raina tidak ingin ada korban lagi. Terlebih, jika yang menjadi target orang terdekatnya.

Kelinci kecil yang ia besarkan mati digigit anjing liar. Sahabatnya, Lula, mengalami hal yang tidak mengenakkan. Ia tertabrak mobil yang menyebabkannya koma sebulan lamanya. Tepat sehari setelah Lula mengetahui tentang panggilan telepon orang itu, mematikan sambungannya dan menghapus nomornya. Raina bersyukur Lula selamat, meski akhirnya harus pindah sekolah. Kata orang itu, Lula terlalu ikut campur. Raina tidak ingin ada korban lagi.

“Lurus. Jalan terus. Buka pintu balkon,” titah orang itu melalui sambungan telepon.

Raina mengikuti arahannya. Sebenarnya, ia sudah sangat jengah. Ia manusia, namun dikendalikan oleh manusia lain yang tidak punya hak. Sungguh, Raina bosan. Ia ingin mengakhirinya dengan segera. Ia ingin menikmati kehidupan gadis remaja seusianya. Tujuh belas tahun. Ia tidak ingin berada di dalam kendali seseorang yang bahkan rupanya saja tidak tahu. Jangan tanya jika Raina tidak melakukan usaha melarikan diri, nomor ponselnya pun acap kali berganti. Namun, orang itu tidak pernah bosan. Ia terus menerus tahu nomor barunya.

Kini, orang waras mana yang menelepon pukul 02.00 dini hari hanya untuk memintanya membukakan pintu balkon?

Raina dilarang untuk mematikan ponselnya malam ini. Jadi, inikah tujuannya? Dalam gelapnya malam, tanpa lampu yang dihidupkan, Raina mengikuti instruksinya. Raina membuka pintu balkon hingga dinginnya angin malam masuk ke dalam kamarnya. Menerpa wajahnya, menyapu surai hitam panjangnya. Sejenak Raina memejamkan mata, menikmati angin malam yang seolah membisikkan sesuatu. Melarikan diri.

“Berdiri di ujung balkon.”

Lihat selengkapnya