Di bawah Pohon Pinus

Ati Raah
Chapter #2

Namanya Rad

Raina kecil merasa sangat bahagia. Ia tidak henti-hentinya membentuk lengkungan bibir sembari menatap pemandangan melalui kaca mobil yang ia tumpangi. Mobil inilah yang akan membawa Raina ke rumah baru bersama dua orang yang telah menjadi orangtua Raina. Hari ini, tepat usianya yang ke sebelas tahun, Raina kecil mendapat hadiah yang luar biasa. Ia diadopsi. Impian yang didambakan oleh setiap anak di panti asuhan.

Seorang wanita merangkul pundak Raina, sesekali mengelus rambut Raina dengan penuh kasih sayang. Dia Ghista, seorang wanita yang mulai saat ini akan Raina panggil dengan sebutan 'Mama'. Seorang pria sibuk menyetir, pandangannya lurus ke depan. Fokus pada perjalanan yang sedang ia tempuh. Sesekali, ia melirik Raina dan Ghista yang duduk di bangku belakang. Ia menanyakan beberapa hal pada Raina, seperti sekolah dan teman-teman yang Raina miliki. Ia juga melontarkan sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu sepanjang perjalanan. Namun, Raina dan Ghista tetap memaksakan tawa. Dia Agas. Orang yang akan Raina panggil dengan sebutan 'Papa'. Akhirnya, setelah lima tahun menanti, Raina bisa mendapatkan dekapan hangat dari kedua orangtua lagi.

Ghista dan Agas tidak menuntut banyak dari Raina. Mereka hanya meminta Raina mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran atau mendekatinya. Tidak kurang dari sembilan puluh. Terutama pelajaran eksakta. Raina bisa memakluminya. Ghista adalah seorang dokter ternama. Sementara, Agas adalah seorang dosen bergelar profesor yang namanya banyak mengisi artikel dan jurnal. Lagi pula, bagi Raina permintaan itu tidaklah sulit. Raina termasuk murid berprestasi di sekolahnya dulu sebelum pindah.

Setelah lama berbincang-bincang, tibalah Raina di sebuah rumah besar bercat putih. Rumah berlantai dua dengan berbagai tanaman yang mengisi halaman. Asri dan sejuk. Di sinilah, Raina akan tumbuh bahagia.

Kebahagiaan yang Raina dambakan sirna tepat setahun setelah ia diadopsi. Ulang tahunnya yang ke dua belas membawanya dalam sebuah permainan yang tidak pernah Raina bayangkan.

Semua berawal berawal dari surat kaleng yang Raina temukan di halaman rumah saat menunggu orangtuanya pulang. Isinya adalah sebuah seruan untuk bernyanyi. Ya, tidak salah Raina baca jika isinya adalah permintaan untuk bernyanyi.

Raina yang tidak tahu apa pun, membuang surat itu ke dalam tong sampah. Berpikir jika itu hanyalah surat iseng dari anak-anak lain yang sering berlarian di depan rumah. Raina acuh dan membuat Si Penulis Surat marah. Hari berikutnya, kelinci kecil peliharaannya tewas. Luka robek dan gigitan menandakan jika kelincinya diserang binatang lain bergigi tajam. Raina kecil menangis di kandang kelinci. Raina memeluk lututnya erat. Ia menggenggam surat kaleng berikutnya. Isakan Raina pecah ketika ia membaca isi surat itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak menemukan siapa pun. Raina berlari sekuat tenaga masuk ke dalam rumah dan mengurung diri di kamarnya. Masih dengan isakan yang membuat seisi rumah khawatir.

Tanpa Raina sadari, Si Penulis Surat mengukir lengkungan tipis di bibirnya.

Sampai umur empat belas tahun, Si Penulis surat itu masih menghantui Raina. Kali ini berbeda dengan sebelumnya, entah dari mana orang itu tahu nomor ponsel Raina, ia terus menghubungi Raina sesuka hati. Terkadang, di pagi-pagi buta atau dini hari saat semua orang terlelap.

Tentu Raina sudah melakukan segala cara. Mulai dari memblokir nomor orang itu, mengganti nomor ponsel, atau tidak memegang ponsel untuk beberapa hari, orang itu tidak berhenti menghubungi Raina. Yang Raina tahu, orang itu adalah laki-laki bersuara merdu. Namun, sama sekali tidak membuat Raina terkesan. Nada suaranya terdengar mengerikan.

Raina akan menuruti permintaannya yang sederhana dan masih dalam batas wajar. Namun, jika sudah melewati batas, seperti saat ia diminta untuk menjawab soal ulangan asal-asalan agar mendapat nilai terendah, tentu Raina akan menolak. Meski pun, hari berikutnya Raina mendapat 'kejutan' tak terduga.

Raina lelah! Sungguh. Ini hidupnya! Kenapa orang itu berani sekali mengusik kehidupannya saat ia baru saja mendapat kebahagiaan baru dalam dekapan orangtua angkat?!

Satu kali, Elia, sahabat Raina sejak SMP memergoki Raina saat sedang menerima telepon dari orang itu. Elia memerhatikan Raina yang tiba-tiba bersikap aneh. Elia mencecar Raina dengan beragam pertanyaan. Raina yang sudah tidak mampu memendamnya sendiri, bercerita pada Elia. Raina menangis sejadi-jadinya.

Elia menyusun rencana agar Raina terbebas dari teror orang itu. Elia akan mengamati keadaan sekitar jika ada yang orang yang mencurigakan. Tepat di hari kelulusan mereka, rencana yang Elia susun nyaris berjalan mulus. Nyaris.

Elia mengalami kecelakaan saat mencurigai seseorang yang ia kejar. Elia berakhir di kursi roda. Mulutnya membisu. Tatapannya kosong. Meski, kaki Elia bisa kembali normal, namun memerlukan waktu yang cukup lama. Hal itu membuat hati Raina semakin teriris. Persahabatan mereka pupus kala keluarga Elia memutuskan untuk pindah. Saat itu, Raina tahu jika orang itu tidak pernah main-main dengan isi pesan yang Raina terima terakhir kali.

Umur tujuh belas tahun, Raina kira inilah saatnya untuk melarikan diri. Raina sudah cukup dewasa untuk tidak menuruti permintaan anehnya. Orang itu sudah cukup mengganggunya. Lula, sahabat karib Raina pun setuju. Beberapa panggilan dari orang itu Raina tolak. Beberapa surel yang dikirimkan pada Raina, ia abaikan. Lula, orang pertama yang mematikan panggilan orang itu saat masih terhubung dengan Raina. Lula juga orang pertama yang berani mengangkat panggilan orang itu dan mendengar suaranya. Kebebasan Raina dari kendali orang itu juga tidak berlangsung lama. Lula koma karena kecelakaan yang ia alami sepulang sekolah.

Karena itu, Raina tidak ingin ada korban lagi. Raina tidak ingin jika orang lain terluka karenanya. Biasanya, permintaan orang itu sering membuat kening berkerut dalam. Seperti meminta Raina memainkan biola di tengah taman atau mengaktifkan ponsel Raina sampai dini hari. Aneh. Sungguh. Namun, ada satu permintaan yang cukup membuat Raina senang. 

"Mulai sekarang, jangan berteman dengan siapa pun."

Lihat selengkapnya