Di bawah Pohon Pinus

Ati Raah
Chapter #20

Kesepakatan

Raina mengerjabkan mata. Namun, pandangannya gelap. Ia meraba sesuatu yang menutupi matanya. Sebuah buku yang menutupi pandangannya. Buku itu Raina letakkan di atas meja. Cahaya lampu membuat matanya menyipit. Ia berkedip beberapa kali sebelum membuka mata lebar. Ternyata, novel yang diberikan Rezan membuatnya mengantuk dan tertidur. Belum lagi karena ia kelelahan mengejar kursus sepulang sekolah. Niatnya hanya mampir ke kafe Rezan untuk melepas lelah, namun Rezan menantangnya dengan membaca novel setebal lima sentimeter.

"Kak Raina sudah bangun?"

Raina melihat ke depan. Salah seorang karyawati Rezan duduk di depannya. Rambutnya diikat rapih dengan kemeja putih dan celana panjang hitam nerbalut celemek burlywood. Dia terlihat lebih tua dari Raina, mungkin untuk standar kesopanan kepada pelanggan di sini, dia tidak langsung memanggil Raina dengan nama.

"Oh, bos menyuruhku menemanimu. Dia ada urusan sebentar," ucapnya dengan cengiran lebar. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kenapa nggak bangunkan aku saja, Kak? Aku nggak enak dengan pengunjung di sini." Sebenarnya, Raina lebih merasa malu. Dia datang ke kafe, tapi malah mengantuk dan tertidur pulas.

"Aku nggak enak, Kak. Kak Raina seperti kelelahan," jawabnya yang membuat Raina mengerti.

Raina segera pamit setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas. Padahal,ia merasa tidak mengeluarkannya.

Langkah Raina terhenti ketika berada di hendak menyebrang jalan. Pandangannya terpaku pada seorang yang mengendarai motor melewatinya. Meski ia memakai helm full face, namun Raina hapal motor yang ia gunakan biasa terparkir di garasi rumahnya.

*

Rad melempar jam tangan yang Raina temukan pada Rezan. Hampir saja jatuh dari ketinggian gedung jika Rezan tidak menangkapnya dengan cepat.

"Di mana Raina?" tanya Rad tanpa basa-basi.

Rezan menggedikkan bahunya. Ia melepaskan jam tangan serupa dan menggantinya dengan jam tangan yang diberikan Rad di pergelangan tangan kirinya. Tangannya terangkat. "Waah, jam tanganku sudah kembali."

Merasa diabaikan, Rad kembali bertanya. "Di mana Raina?" ulangnya.

Rezan menatap Rad. Ia telah mengenal Rad selama bertahun-tahun, namun baru kali ini Rad menunjukkan kekhawatirannya secara jelas.

Rezan berdecak malas. "Di kafe," jawabnya santai. Rambut Rezan lebih pendek dari sebelumnya, tidak lagi menutupi dahi dengan warna yang telah kembali seperti semula. Hitam. Ia juga memakai setelan semi formal. Kemeja light sky blue yang digulung sesiku. Juga, celana panjang hitam. 

Rad membuang muka. Menatap pemandangan gemerlap kota kecilnya di malam hari.

"Apa maumu Rezan?"

Rezan tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapih. Ia melangkah menghampiri Rad. "Seperti biasa, seorang Rad Radiansyah yang nggak suka basa-basi. Seenggaknya, tanyakan kabar temanmu ini karena lama nggak bertemu." Rezan menepuk bahu Rad pelan.

Rad menatap Rezan tajam melalui ekor matanya. Rezan yang sepertinya mengerti, mengangkat tangannya dari bahu Rad dan memasukkannya ke dalam saku.

"Kamu tanya apa mauku? Mauku adalah menghancurkan reputasimu," ucap Rezan tersenyum puas.

Lihat selengkapnya