17 Februari 2017, "lumayan cantik," kalimat yang muncul setelah Jifa melirik kalender yang ada didepan meja kerjanya, matanya memang mencari objek untuk memutar otaknya yang mulai eror dengan segudang kerjaan yang sama sekali tidak ingin untuk Jifa kerjakan saat ini.
"Fa, ayo makan dulu." Ajak Mama Jifa dengan nada seakan sekarang juga saat tau anaknya dikamar cuma bengong tidak melakukan apa-apa.
"Naaa..., em oke Ma." Jifa paham betul nada bicara Mamanya, padahal Jifa reflek akan menjawab (nanti Ma, sebentar lagi Jifa nyusul) cuma Jifa tidak berani untuk membuat Mamanya marah nantinya. Akhirnya Jifa berjalan keluar kamarnya menuju ke meja makan.
Meja makan adalah hal menyenangkan bagi Jifa, dimana aktivitas sosial akan lebih terlihat apalagi dalam suasana keluarga yang benar-benar keluarga, karena keluarga bagi Jifa adalah hal yang tidak bisa digantikan dengan apapun.
"Fa, itu lauk cumi Papa yang masak. Gede-gede loh cuminya, makanya Papa minta Mama beli pas nganter Mama ke pasar."
"Oiya Pa?!, wah keliatannya lezat banget." Ekspresi senang langsung muncul diwajah Jifa.
"Hem... Anak Papa langsung girang." Celetuk Kakak Jifa.
"Iih Kak Riki...!, gue colek tinta cuminya baru tahu rasa!!!"
"Hehe, dasar manjaaa."
"Sudah sudah! Makan yang kenyang jangan bertengkar terus, Adik Kakak ribut melulu!" Lerai Mama Jifa.
"Mamaaa, Kak Riki tuh rese."
"Utututuu, anak Papa kalau sudah manyun gemesinnya." Goda Papa Jifa saat jurus manyun andalan Jifa sudah keluar.
Memang Jifa adalah anak bungsu perempuan yang terbilang manja, susah diam kalau dirumah ada saja celotehannya meskipun diluar rumah Jifa paling irit bicara.
"Papaaa, udah deh kebiasaan, udah gede." Tandas Jifa tetap dengan manyunnya.
"Uhhh iya, anak Papa udah gede yah, kok Papa masih merasa Jifa tetap putri kecil Papa." Goda Papa Jifa.
Dan semua tertawa termasuk Jifa yang tadinya masih cemberut. Begitulah drama di meja makan yang selalu menyenangkan meskipun ada saja yang membuat Jifa menjadi bahan godaan Kakaknya.
"Kak Riki, Jifa nebeng yah ke kantornya."
"Ogah! Kan bisa naik motor sendiri!"
"Ihh pelit!"
"Mau Papa anter sayang?" tawar Papa Jifa.
"Nggak mau! Nanti disangka anak Papa."
"Ya emang anak Papa kan?"
"Iyaaa iyasih, tapi maksud Jifa bukan kesituu Papaaa, ihh susah dehhh" Rengek Jifa.
Akhirnya Jifa memutuskan untuk menaiki ojeg online. Saat Jifa membuka Aplikasi ingin mengklik Bike saat itu pula terdengar petir alhasil Jifa mengklik Car untuk memastikan sampai kantor dengan nyaman.
"Pak, jemputnya dekat Alfamart ya." Sebuah pesan yang Jifa kirim pada Ojol yang kini sedang menuju kearah penjemputan.
"Oke." Balas Ojol tersebut dengan singkat.
Sebuah mobil berhenti tepat disamping Jifa dengan NoPol yang berbeda dengan aplikasi, Jifa heran karena pengemudinya memakai seragam dengan gagahnya. Jadi Jifa tidak berfikir bahwa mobil ini yang sedang Jifa tunggu, namun anehnya pengemudinya seakan mencari seseorang, "ah mungkin sedang menjemput pasangannya." begitu fikir Jifa. Tapi di aplikasi Ojol yang Jifa pesan memang sudah sampai di lokasi penjemputan, Jifa makin bingung karena mobil yang berlalu lalang tidak ada dengan NoPol yang sama. Jifa sudah mulai kesal, ingin rasanya membatalkan pesanannya. Namun waktu rasanya tidak mengizinkan Jifa untuk menunggu lagi. Akhirnya Jifa menyerah dan mencoba memberanikam diri bertanya pada mobil yang masih dengan santainya berhenti didepannya, entah menunggu siapa.
"Permisi, gue sedang menunggu Ojol, apakah benar ini mobilnya?" Sambil Jifa memperlihatkan Ojol yang sudah Jifa pesan dalam aplikasinya.
"Oh iya benar mbak ini mobilnya, maaf soalnya dijalan tadi mobilnya sempet tukeran sama om, jadilah berbeda NoPolnya." Jelas Pak Ojol yang berseragam itu. "Silahkan masuk mbak, maaf menunggu lama, tadi dikira bukan mbak, mau nanya wajahnya sudah memasang mimik Granat." Ojol mempersilahkan dengan muka tidak berdosa.
"Hah mimik Granat?!!" Jifa masuk dan duduk dibelakang sopir Ojol dengan kesal.
"Maaf mbak, tadi bercanda jangan marah yah."