Kepang Dua

Hary Silvia
Chapter #17

16. HABIS KESABARAN

Terdapat jeda sepuluh menit sebelum pelajaran terakhir dimulai. Alin, Rey, dan Angga memanfaatkan waktu yang sebentar itu untuk mengobrol. Angga berdiri di dekat meja Rey, menunjukkan kesiapan bertukar tempat duduk dengan Alin. Denis yang duduk di belakang Rey, secara otomatis mendengar obrolan ketiga temannya meski tidak ikut berbicara.

“Rey kata ibuku, kamu diterima.”

“Diterima apa?”

“Ngerawat bunga.”

“Loh, kata Mbak Dew aku nggak lolos? Kok sekarang lolos?”

Tes wawancara beserta pemberitahuan soal siapa yang diterima sebagai perawat bunga dilakukan pada hari yang sama. Maka dari itu Rey sudah mengetahui hasilnya. Lalu sekarang, Alin spontan berkata demikian. Tentu saja Rey terkejut sekaligus bingung.

“Ya mana aku tahu. Entar kamu diminta datang ke resto pokoknya. Itupun kalau kamu masih berminat.”

“Berminatlah! Ya udah entar kalau urusan aku udah selesai, aku langsung ke sana.”

Aku Rey menggebu. Ia puas akan berita baik yang diujarkan putri pemilik resto Agatha itu. Sebab ketidaklolosan membuatnya pulang dengan kepala tertunduk. Hilang sudah kesempatan bersinggungan dengan bunga-bunga cantik nan sehat di Agatha. Padahal Rey betul-betul ingin belajar cara merawat bunga-bunga dari Berlian. Bagaimana tangan-tangan telaten Berlian melakukannya hingga mereka terurus dengan baik.

“Iya. Aku sampaikan ke ibu nanti.”

“Sip!” Rey bertepuk tangan riang. “Saingan aku kemarin emang berat-berat sih. Makanya aku langsung minder pas dengar pengalaman mereka. Takut nggak keterima.”

Jujur Rey selepas merayakan sejenak. Ia membagi pengalaman ketika tes wawancara beberapa hari lalu yang membuat jantungnya berdenyut kencang. Mendadak takut ditolak gegara mendengar bahwa para pesaingnya sudah terbiasa dengan kegiatan merawat bunga.  

“Emang berapa orang sainganmu?”

Sambung Angga.

“Dua.”

Angga langsung keselak minumannya sendiri. Rada kaget dengan jawaban yang tidak terduga itu. Ia kira, repetisi “berat-berat” terdiri dari banyak kepala, sepuluh orang setidaknya. Ternyata berjumlah hanya dua.

“Pelan-pelan Ngga. Kamu kayak anak kecil aja keburu-buru minumnya.”

Nasehat Rey sambil memukul-mukuli punggung Angga supaya batuknya berhenti. Pemukulan itu hanya bertempo sedang karena Rey murni membantu, bukan balas dendam sebagaimana biasanya. 

Padahal dia sendiri yang bikin keselak, batin Angga tidak diterima lantaran Rey seenak udel menyebut tingkahnya mirip bocah.

“Ngga, nanti temani ketemu seseorang ya?”

Pinta Rey.

“Kapan?”

“Pulang sekolah, yah yah yah?”

Bujuk Rey. Ia berdiri. Kedua tangannya melingkari lengan Angga. Ekspresinya berubah memelas. Matanya menggeridip cepat. Sedang bibir ia lengkungkan ke bawah.

“Nggak bakal mempan Nona Rey. Aku mau mampir ke suatu tempat pulang sekolah nanti. Sorry. ”

Tepat setelah Rey memasang wajah “minta dikasihani”, lekas-lekas Angga menutupnya dengan telapak tangan. Ia tidak ingin terhipnotis tatapan itu hingga mengurungkan rencananya.

“Ih tangan kamu bau sambel!”

Jijik Rey. Ia menyingkirkan tangan Angga kasar. Angga membenarkan tuduhan Rey usai mencium tangannya sendiri. Waktu istirahat, ia memang diajak makan lalapan ayam di luar sekolah oleh Tono. Tanpa bantuan sendok maupun garpu, mereka berdua makan menggunakan tangan kosong. Aroma terasi yang mencampuri sambel masih melekat rupanya di kulit telapaknya.

“Jorok banget sih Ngga. Nih!”

Alin melemparkan gel pencuci tangan pada Angga kemudian. 

“Minta temani Alin aja.”

Saran Angga. Tangannya sudah steril dari bau. Ia pun mengembalikan gel pencuci tangan pada Alin. Tidak lupa mengucap terima kasih.

Lihat selengkapnya