Kepang Dua

Hary Silvia
Chapter #29

28. MANTAN GURU BK

Adam menghabiskan malam tanpa tidur meskipun musik rock-nya telah sunyi pukul sebelas tepat. Eren tampak curiga melihat Adam keluar kamar memakai kaca mata bening. Sebelumnya Adam tidak pernah begitu. Ketika Adam tahu Eren tengah intens memandangnya, ia langsung menarik handuk dari pundaknya kemudian mengerudungi kepalanya. Ia bersiul sambil berjalan tergesa menuju kamar mandi. Eren tidak boleh tahu soal mata bengkaknya. Itu akan membuat Adam terjebak bersama rentetan pertanyaan Eren, yang tentu saja enggan Adam jawab. Video kekerasan Lani hanya boleh diketahui Adam dan Hendro. Adam khawatir Eren akan syok seperti Alin atau bahkan lebih parah lagi. Adam menolak untuk membayangkan berbagai kemungkinan buruk. Menu sarapan pagi ini adalah bubur ayam. Eren yang membeli, tadi di depan rumah saat Adam masih di kamar. Cukup lama Adam mandi hingga akhirnya Eren berteriak pamit di depan pintu toilet, tanpa bertatap muka.

“Adam, Mama berangkat!”

“Iya Ma! Hati-hati!”

Balas Adam dengan suara menggema dari dalam. Setelah itu Eren mendengar suara air yang terjun ke lantai. Ia meninggalkan lembaran uang tunai di atas meja makan untuk jajan putera satu-satunya itu. Adam keluar dari kamar mandi pukul setengah tujuh. Lima belas menit kemudian baru siap berangkat. Hari ini ia berencana mengenakan kacamata bening seharian. Kacamata yang bukan untuk mata minus namun masih nyaman digunakan karena sepasang tangkainya seharga 400 ribu. Bila ditotal dengan kedua kaca bulatnya maka jumlahnya 500 ribu.

Berangkat sekolah menjadi dua kali lebih berat. Ia kudu menyeret kakinya dengan energi yang lebih besar. Semangkuk bubur rupanya tidak membantu. Semangat pagi meninggalkan Adam sendirian di tengah-tengah gedung sekolah. Anak tangga menuju lantai dua terasa bertambah jumlahnya. Ia menapakinya dengan punggung sedikit membungkuk. Adam berjalan seperti siput, membuat seorang gadis tidak sabar untuk mendahuluinya. Sewaktu Adam melihat sisi wajahnya, ia tampak begitu familiar. Adam terus mempertahankan langkah di belakang gadis itu sembari mengingat-ingat. Ia menggapai tangan gadis itu ketika memorinya terkumpul. Gadis itu menoleh, memaku pandang pada tangannya yang dipegang Adam. Adam kemudian mendekat, berbisik pada telinga gadis itu.     

“Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan membuat keputusan bodoh untuk sekolah di sini.”

Jia tidak bisa menangkap maksud lelaki yang masih asing baginya. Ia menunggu lelaki itu mengatakan hal yang lebih gamblang lagi.

“Bisa-bisanya memilih satu sekolah dengan sahabat Lani bahkan kembaran Lani.”

Jia memutar pergelangan tangannya supaya lepas dari Adam. Adam pun membiarkannya seraya menyaksikan perubahan ekspresi Jia yang tampak benar-benar terkejut. Jia tidak tahu apapun soal kembaran Lani. Yang ia tahu Lani anak tunggal dan hanya tinggal bersama ibunya. Jia menyembunyikan tangannya yang rada gemetar di punggung. Ia menunduk, tidak mampu membalas sorot mata dingin yang ditujukan padanya. Adam mengambil ponselnya dari saku. Ia memutar video yang tentunya akan membuat Jia semakin terkejut.

“Aku punya video kenangan, aku harap kamu masih mengingatnya.”

Adam langsung menunjukkan bagian video ketika tubuh adiknya ditendang berkali-kali. Jia lantas memalingkan muka demi menyembunyikan mata yang berkaca-kaca. Sekujur tubuhnya mengigil melihat perilakunya sendiri di masa lalu. Ia mematung di tempat, bersandar pada pegangan tangga supaya tidak jatuh. Itu adalah penyiksaan psikologis bagi Jia. Adam pun pergi setelah melakukan pelajaran singkat yang tidak terencana itu.

Lihat selengkapnya