Kepingan Luka Berdarah Kisah Mei 1998

Suhra Milhantri
Chapter #5

BAB V Kerusuhan Di Jakarta Mencekam Banyak Ditinggalkan Penghuninya (13 Mei 1998)

Keesokan paginya, Pak RT memutuskan untuk melihat keadaan emak dan bapak, tetapi tetap melarangku untuk ke luar dari rumahnya, karena wajahku yang oriental bisa menjadi sasaran bagi orang-orang yang membenci etnis Tionghoa

             Kerusuhan masih berlanjut, bahkan keadaan makin memburuk, banyak toko-toko yang tutup, otomatis kegiatan jual-beli terhenti sementara, sebab takut ada yang membakar dan menjarah tokonya. Terkadang massa sudah dibutakan hati dan matanya oleh kebencian, mereka tidak lagi mencari tahu pemilik toko yang membuka tokonya itu orang pribumi atau etnis Tionghoa.

           Tidak hanya mahasiswa-mahasiswa yang bergerak, tetapi massa juga bergerak merusak ke mana-mana. Ada yang melempari batu, merampas dan memeras di lampu merah pada setiap kendaraan yang berhenti membuat krisis kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan aparat keamanan untuk melindungi masyarakatnya. Aparat keamanan yang ada di tempat-tempat kerusuhan, hanya mengawasi dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghalangi dan menghentikan kebrutalan massa.

          Ternyata kerusuhan terjadi tidak hanya membakar dan menjarah, menembaki mahasiswa-mahasiswa di kampusnya yang akan pergi berdemo ke gedung parlemen atau yang berdemo di jalan-jalan utama, tetapi mulai ada kekerasan seksual atau perkosaan massal terhadap perempuan-perempuan etnis Tionghoa.

            Aku yakin, salah satu upaya untuk tujuan politik, mereka menciptakan kekacauan, merekayasa kerusuhan, termasuk kekerasan seksual atau perkosaan massal terjadi dengan memilih perempuan-perempuan etnis Tionghoa yang dijadikan sumber kemarahan dan kebencian. Mereka sengaja memilih sasaran pada perempuan-perempuan etnis Tionghoa, sebab perempuan-perempuan etnis Tionghoa merupakan golongan masyarakat yang tidak memiliki kekuatan politik dan hukum, sehingga pelakunya bisa bebas dari hukuman. “Mudah-mudahan masalah ini dapat melahirkan suatu komunitas perempuan yang dapat membela perempuan tanpa ada diskriminasi golongan tertentu.” Harapanku, suatu saat masalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan pelakunya mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya.

              Akhirnya Pak RT memberikan jawaban sewaktu aku menanyakan kabar emak dan bapakku yang cukup melegakan, bahwa emak dan bapak selamat. Meskipun massa telah membakar toko sembako dan sebagian bangunan rumah juga ikut terbakar. “Syukurlah emak dan bapak dapat diselamatkan oleh beberapa orang satpam, sehingga tak ada yang terluka,”pikirku di dalam hati sambil menarik napas panjang.

           Jujur, aku tak dapat menahan tangis setiap kali memikirkan keselamatan emak dan bapak di dalam benakku,“Ya Allah! Mengapa aku harus berpisah dengan emak dan bapak dengan cara begini?”

             Emak dan bapak belum memberikan kabar tentang keadaan mereka pada Pak RT membuatku khawatir dan bingung mencari cara untuk menghubungi mereka. Kasihan emak dan bapak, rumah dan toko kelontong hasil keringat mereka hancur terbakar sebagian dan dijarah pula.

             “Rumah dan toko kelontongnya emak dan bapak bagaimana Pak RT?”tanyaku dengan nada sedih.

             “Alhamdulillah, rumahnya hanya terbakar di bagian  ruang tamu  dan toko terbakar bagian depan saja. Ketika massa selesai menjarah dan pergi dari sana, sudah tidak ada orang di rumah emak dan bapakmu. Akhirnya warga berusaha memadamkan api di ruang tamu dan bagian depan, supaya api tidak dapat menjalar ke mana-mana. Sebelum datang pemadam kebakaran ke sana, untunglah api dapat dipadamkan dengan cepat oleh warga.” Begitu jawaban dari Pak RT yang cukup lengkap.

             Pukul 10 pagi tiba-tiba Bu RT datang menghampiriku dan mengatakan padaku, bahwa gejolak masyarakat tak dapat dikendalikan lagi di beberapa tempat dan terjadi konflik panjang yang belum diketahui kapan segera berakhir. Dengan kata lain, situasi belum aman membuatku harus terus berada di dalam rumah. Orang- orang tidak boleh mengetahui keberadaan diriku, karena jika diketahui oleh massa yang membenci etnis Tionghoa, sudah pasti nyawaku menjadi terancam. Sore ini tayangan berita di televisi ramai sekali, sebab tak hanya beberapa mahasiswa yang kena tembak di dalam kampusku, ternyata ada juga beberapa mahasiswa yang tertembak di tempat lain, saat demonstrasi di jalan raya besar. Masalah ini sudah pasti dapat memperburuk keadaan, mahasiswa-mahasiswa marah dan tidak percaya lagi pada pemerintahan Orde Baru, sehingga kondisi makin rawan. 

             Jelas-jelas terlihat tayangan berita di televisi, tampak massa bergerombol di jalanan, berteriak-teriak, lalu melempari rumah-rumah yang tertutup di pinggir jalan. Teriak-teriakan yang meneriakkan anti Cina dan teriak-teriakan itu ditujukan untuk menjarah orang-orang etnis Tionghoa. Seruan untuk membakar juga semakin banyak, serta ancaman-ancaman kepada penghuni rumah yang tidak mau ke luar rumah dengan mengancam akan membakar rumahnya.

Lihat selengkapnya