“Aku sungguh tak mengerti, mengapa orang-orang bisa sejahat itu, saling membenci seperti orang yang tak beragama. Mereka tak lagi takut pada hukuman dari Tuhan,”pikirku di dalam hati. Sungguh kasihan pada warga keturunan Tionghoa seperti diriku ini, yang harus pergi dari negaranya sendiri, hanya karena memiliki 50% etnis Tionghoa, tetapi aku merasa 100% orang Indonesia bukan orang Tionghoa. Dari sejak lahir aku adalah orang Indonesia, sebab asal emak dan bapak dari Betawi dan sedari lahir aku di Jakarta. “Saat ini aku merasa bukan seperti orang Indonesia, tetapi orang asing yang tinggal di Indonesia,”pikirku dengan kesal.
Tak pernah terbesit di dalam benakku, kalau aku harus mengungsi ke negeri orang, demi keselamatanku sendiri. Seruan mengancam warga keturunan Tionghoa dengan membakar, menjarah, bahkan ada yang memperkosa masih ada, sehingga mau tak mau aku harus mengungsi sementara ke negara lain yang lebih aman. Sungguh miris, seorang warga negara sepertiku merasa tidak aman di negaranya, sebab aparat keamanannya tak mampu melindungi seorang warganya sendiri.
“Bagaimana emak dan bapak, jika aku pergi meninggalkan mereka, walaupun hanya untuk sementara waktu? Apakah yang aku harus lakukan di sana?” Kini dilema telah melanda di dalam diriku.
Untunglah, aku tidak perlu membuat paspor lagi, karena sudah memiliki paspor untuk persiapan menunaikan ibadah umroh beberapa bulan lalu. “Entah kapan kita bertiga berangkat Umroh, yang penting bapak, emak, dan kamu sudah memiliki paspor.” Terngiang-ngiang ucapan bapak di telingaku yang membuatku tersenyum kecil. Ternyata sekarang ada manfaatnya, walaupun belum berangkat umroh. Dan entah kenapa paspor itu selalu aku bawa di dalam tas ranselku seperti sudah dipersiapkan untukku pergi ke luar negeri.
Sudah pasti bukan hanya aku yang menjadi korban kerusuhan yang harus kehilangan harta benda yang dimiliki, terpisah dari keluarganya, bahkan ada pula yang kehilangan anggota keluarganya. Dan aku mengetahuinya dari tayangan berita di televisi, sungguh miris ada seorang ibu meninggal terpanggang bersama anaknya, hanya karena menjarah beberapa kaleng susu di supermarket, bahkan banyak anak-anak, remaja, orang-orang dewasa yang mati terpanggang di mal yang dibakar yang bukan warga etnis Tionghoa, yang semuanya menjadi korban perekayasa kerusuhan.
Ada juga kaum perempuan etnis Tionghoa yang menjadi korban perkosaan, tetapi banyak juga para korban yang tak terjangkau, karena banyak yang menutup diri dari publik, sebab tidak berani menentukan langkah apa yang harus diambil, sehingga mereka mempunyai perasaan putus asa dan disisihkan dari masyarakat, meskipun bertahun-tahun kejadian sudah berlalu.
Terus terang aku mengalami trauma, ketika mengingat kejadian aku harus meninggalkan emak dan bapak dalam keadaan rusuh, sebab massa telah membakar dan menjarah toko sembako milik kami. Dan meledaknya kerusuhan di Jakarta telah memicu kerusuhan di Solo, Surabaya, Palembang, Yogyakarta, dan Sumatera Barat.
Di Sidotopo (Surabaya) kerusuhan terjadi di toko-toko dan pemukiman orang etnis Tionghoa, mereka menjarah dan membakar rumah milik orang etnis Tionghoa dan telah terjadi empat kasus kekerasan seksual dan dua kasus perkosaan.
Di Palembang (Sumatera Selatan) kerusuhan terjadi pada hari yang sama dengan membakar sepuluh toko milik orang etnis Tionghoa dan belasan mobil dibakar oleh perusuh serta puluhan orang terluka, karena dilempar batu oleh mahasiswa yang berunjuk rasa ke kantor DPRD Sumatera Selatan, juga terjadi kekerasan seksual.
Dan menurut informasi dari Pak RT yang di dapatnya dari berbagai sumber, sejumlah orang etnis Tionghoa banyak yang menjual obral barang-barang miliknya, mereka meninggalkan[SM1] tempat tinggalnya di Jakarta, mencari tempat lebih aman dengan pergi ke hotel atau ke luar negeri. Sementara itu, aksi protes tidak surut juga dan gedung parlemen semakin banyak dikepung oleh pendemo yang datang. Kekerasan makin mengerikan, sejumlah orang yang tak dikenal telah meneriakkan hasutan kebencian terhadap etnis Tionghoa, bahkan melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan pada sejumlah perempuan etnis Tionghoa.