Kepingan Luka Berdarah Kisah Mei 1998

Suhra Milhantri
Chapter #12

BAB XII Persiapan Bazaar : Kak Aksan Membeli Kanvas Dan Peralatan Melukis Untukku (20 Mei 1998)

                    Pukul 7 pagi aku siap-siap hendak pergi  ke lantai 3, tetapi  aku duduk di sofa untuk melepaskan rasa lelah sejenak dengan menghirup kopi hangat. Namun tiba-tiba ada suara Kak Aksan di balik pintu,”Assalamu’alaikum. Kamu ada di dalam, Meilan?”

                        “Wa’alaikumsalam. Iya, Kak Aksan,”jawabku sambil membuka pintu apartemen. Kemudian aku menyuruhnya masuk dan duduk. Kuberikan gelas yang berisi air putih dingin, dengan sekali teguk air putih dingin itu  masuk ke dalam kerongkongannya hingga habis.

                        “Makasih ya. Aku haus sekali,”katanya seraya memberikan sebuah bungkusan besar di dalam tas plastik berwarna merah.Tampak butir-butir keringat di dahinya mengalir ke pipinya.

                         “Apa ini, Kak?”tanyaku heran sembari menerima pemberiannya.

                         “Bukalah,”katanya pendek, tanpa menjawab pertanyaanku.

                         Aku mengambil bungkusan besar itu dari tas plastik berwarna merah dan membukanya perlahan. Betapa kagetnya diriku ketika melihat 3 buah kanvas berukuran sedang, sebuah kotak yang berisi cat minyak, dan kuas untuk melukis dengan bermacam-macam ukuran.

                        Mulutku masih menganga memandang takjub pada pemberiannya dan perasaanku menjadi terharu. “Dari mana Kak Aksan tahu kalau aku senang melukis? Pasti ada orang yang memberitahunya,”pikirku di dalam hati.

                      “Meilan, kamu pasti bingung, dari mana aku tahu kalau kamu pandai melukis? Oom Adi yang memberitahuku beberapa hari yang lalu. Tante Adi enggak sengaja menemukan coretan gambarmu, sewaktu membereskan meja di kamar yang kamu tinggal di rumahnya,”ucap Kak Aksan sambil tersenyum sumringah.

                       “Sebentar lagi bazaar, aku teringat kamu dan ingin kamu menyumbang lukisanmu yang terbaik. Buru-buru aku menemuimu, setelah aku habis berolah raga, jadi aku masih berkeringat,” lanjutnya lagi seraya menatapku tajam, matanya tak berkedip membuatku salah tingkah di hadapannya.

                        “Oke, tapi Kak Aksan jangan kecewa dengan hasil lukisanku,”kataku sambil tertawa kecil.

                        “Aku yakin, lukisanmu pasti bagus,”ujarnya memujiku.

                         Kemudian aku mengalihkan wajahku ke arah kanvas dan peralatan untuk melukis, sebab tak berani menatap matanya yang tajam memandangku.

                        Entah kenapa, tiba-tiba perasaanku tak karuan dan jantungku hampir copot.

Lihat selengkapnya