Sejak kemarin, aku merasa Kak Aksan selalu mencari waktu untuk berbicara denganku, entah hanya menanyakan tentang lukisan yang sedang kulukis atau menanyakan kesehatanku. “Kamu jangan terlalu capek melukis.” Begitu katanya yang selalu mengingatkan diriku.
“Teman-teman, hari ini adalah momen penting sekali. Pukul 9 pagi waktu Indonesia berarti pukul 10 pagi waktu di sini, Presiden Soeharto akan menyampaikan pidato. Kita berharap, pidato yang disampaikan mengenai mundurnya beliau dari jabatan presiden, agar kerusuhan di Indonesia cepat berakhir. Mari kita berdoa bersama-sama, sesuai dengan kepercayaan masing-masing,”ajak Kak Aksan tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Kemudian kami semua menundukkan kepala masing-masing untuk berdoa. Selesai berdoa, raut wajah kami tegang dan tak ada yang berbicara sepatah kata pun, harap-harap cemas saat menantikan tayangan berita di televisi.
Dan sekitar pukul 10 pagi waktu Singapura, kami melihat tayangan berita “Breaking News” di TV yang menyiarkan berita tentang Indonesia, khususnya pidato Presiden Soeharto. Ketika Presiden Soeharto di dalam pidatonya mengakui, bahwa langkah yang beliau ambil setelah melihat perkembangan situasi nasional saat ini, beliau memberikan pengumuman.”Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan hari ini, Kamis 21 Mei 1998,”kata beliau.
Seketika kami sujud syukur begitu Pak Soeharto mengumumkan, bahwa beliau mundur sebagai presiden terhitung hari ini. Aku menangis terisak-isak bukan karena kesedihan, tapi tak dapat menahan rasa lega, kegelisahanku telah berakhir. “Terima kasih ya Allah, semoga aku bisa segera pulang ke Indonesia dan bertemu dengan emak dan bapak. Dan aku bersyukur, aku tak perlu mencari pekerjaan di sini. Senangnya, ternyata sisa uangku masih cukup untuk membeli tiket pesawat ke Indonesia berkat usahaku berhemat selama ini.” Batinku berkecamuk, ketika harus berpisah dengan emak dan bapak.. Sudah pasti aku tak ingin peristiwa ini terulang kembali.
“Meilan, sebentar lagi kamu bisa pulang ke Indonesia. Pasti kamu sudah enggak sabar lagi ingin bertemu dengan kedua orangtuamu,”kata Kak Gea sambil memelukku erat.
“Iya Kak Gea, semoga peristiwa kerusuhan di Indonesia tidak ada lagi,”ucapku seraya membalas pelukannya.
Lalu Kak Aksan mengajak kami berkumpul sebelum melanjutkan kegiatan pada hari ini.