Akhirnya kami benapas lega, pengorbanan waktu dan rasa capek telah terbayarkan, karena Bazaar telah sukses dilangsungkan pada tanggal 28 Mei 1998 di halaman gedung KBRI di Singapura. Hampir 1000 orang pengunjung, baik WNI atau WNA datang ke acara bazaar kami, bahkan Bapak Herman Berhard Leopold Mantiri sebagai Duta Besar Indonesia untuk Singapura ikut menghadiri dan berkenan memberikan pidato sambutan pembukaan acara bazaar.
Jujur, kami tak menyangka Duta Besar Indonesia datang menghadiri bazaar yang kami gelar, mengingat kesibukan beliau yang luar biasa dan beliau mendukung penuh pergelaran bazaar kami yang bertujuan untuk membantu perekonomian Indonesia, dengan menggalang dana bagi korban-korban kerusuhan. Mungkin dana yang kami dapatkan tidak banyak, tapi kami berharap dapat meringankan sedikit beban mereka, karena banyak sekali rumah, toko, mal, gedung yang dibakar, sehingga banyak yang menjadi pengangguran dan harta benda mereka ludes dibakar dan dijarah.
Tak disangka pula, ibu-ibu dari KBRI di Singapura sangat antusias untuk menyumbangkan masakan atau makanan khas Indonesia dan mereka memasak atau membuatnya sendiri, sehingga banyak pengunjung yang datang ke bazaar untuk membeli masakan dan makanan tersebut. Dan tidak membutuhkan waktu lama, masakan dan makanan itu habis terjual, karena harganya terjangkau dan rasanya enak, apalagi banyak pengunjung orang Indonesia yang sudah kangen dengan masakan dan makanan khas Indonesia.
Ketika aku sedang berbicara dengan beberapa pengunjung yang menanyakan tentang lukisanku, tiba-tiba Kak Aksan datang menghampiriku sambil tersenyum lebar dan berkata,”Selamat Meilan. Semua lukisanmu sudah habis terjual.”
“Hah? Siapa yang membeli semua lukisanku, Kak?” Batinku heran, tak percaya.
“Kamu pasti kaget mendengarnya. Lukisan-lukisanmu memang keren,”puji Kak Aksan.
“Ah, Kak Aksan bisa aja,”ucapku tersipu malu, seketika pipiku berwarna merah merona.
“Hayo tebak, siapa yang membeli semua lukisan-lukisanmu?” Kak Aksan menggodaku seraya terkekeh-kekeh melihatku keheranan.
“Aku menyerah,”kataku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.
“”Bapak Herman, Duta Besar Indonesia di Singapura yang membeli semua lukisanmu, kata beliau lukisan-lukisanmu akan dipajang di gedung KBRI ini,”ujar Kak Aksan dengan senyum sumringah.
“Wah, selamat Meilan. Enggak nyangka, kamu jadi pelukis terkenal sekarang,”goda Kak Emir sambil mengulurkan tangannya untuk mengucapkan selamat padaku yang datang tiba-tiba. Selanjutnya ucapan selamat datang dari Kak Gea dan Kak Ersa.