Kepingan Luka Berdarah Kisah Mei 1998

Suhra Milhantri
Chapter #15

BAB XV Suka Citaku Kembali Ke Indonesia (29 Mei 1998)

                    Hari ini aku menunggu waktu yang terasa begitu lama dengan gelisah, karena ingin secepatnya tiba di Indonesia untuk melepaskan kerinduan yang membuncah di dadaku pada emak dan bapak. Namun, anehnya jantungku kini berdegup, bukan hanya karena akan bertemu dengan emak dan bapak, tetapi akan meninggalkan cowok yang aku suka yaitu Kak Aksan. Yang membuat situasiku makin rumit adalah aku merasakan ada sesuatu yang hilang di dalam diriku saat harus meninggalkannya dan baru kali ini aku merasakan jatuh cinta yang pertama.

                     Aku tertawa sendiri. “Mengapa aku memikirkan Kak Aksan? Orangnya belum tentu memikirkan diriku. Mungkin saja dia sudah memiliki kekasih hati.” Pikiranku melayang ke mana-mana dan air mataku mengalir deras. Kak Aksan adalah cowok pertama yang datang dalam hidup, sebab selama ini aku belum pernah merasakan artinya jatuh cinta, sehingga dia bagaikan angin segar di musim kemarau panjang. Dan aku baru menyadari perasaanku, setelah aku akan kembali ke Indonesia.

                     Kemudian aku berusaha menghibur hatiku dengan menyibukkan diri melanjutkan membereskan baju-bajuku dan barang-barang yang akan kubawa pulang ke Indonesia. Tak terasa hampir 2 jam aku membereskan, merapikan, dan memasukkan baju-bajuku, dan barang-barangku ke dalam ransel besar yang kubawa dari Indonesia. Selesai semuanya, aku duduk selonjor memandang hasil kerjaku dan tanpa menyadari Kak Aksan masuk dan berdiri di belakangku.

                       “Beres dan rapi, sudah siap pulang ke rumah.”

                       Aku terkejut mendengar suaranya, ternyata Kak Aksan diam-diam telah mengamatiku, tetapi aku tak menyadari kehadirannya.

                        “Ya Tuhan, Kak Aksan bikin jantungku hampir berhenti berdetak!” Aku berteriak kecil.

                        Terdengar suara tawa kecil, lalu Kak Aksan bertanya,”Kapan-kapan aku boleh main ke rumahmu?”

                              Seketika dadaku sibuk menghentikan jantungku yang berdegup kencang.

                              “Bo…boleh, Kak,”jawabku terbata-bata, gugup menjawab pertanyaannya.

                              Tidak lama kemudian aku mendengar suara Kak Emir, Kak Ersa, dan Kak Gea.

                              “Assalamu’alaikum!” Suara mereka kompak dari balik pintu.

                              “Wa’alaikumsalam!”sahutku seraya beranjak dan melangkah pelan untuk membukakan pintu.

                             “Wah, sudah siap-siap nih. Sebelum kita ke Changi Airport, kita makan siang di kopitiam bersama-sama,”ajak Kak Emir.

Lihat selengkapnya