Seminggu kemudian, Sabtu pagi emak sedang membereskan ruang tamu yang selesai di renovasi dengan menata beberapa sofa baru lengkap dengan meja tamunya yang dibelinya dengan kredit dibantu olehku, karena tak mungkin lagi mempertahankan sofa lama yang sudah hangus terbakar.
Tidak biasanya emak bangun sepagi ini, tapi hari ini lain,sepertinya emak teringat sofa baru yang datang semalam, sehingga belum sempat kami menatanya dengan rapi. Setelah sofa dan meja tamu ditata dengan rapi dan tampak indah dipandang mata, tapi emak malah mengelus dadanya, ada perasaan terharu di dalam hatinya. Kemudian aku memeluk pinggang emak dari belakang, sebab aku sangat memahami perasaan emak. Kami mengalami trauma, bila mengingat peristiwa itu yang tak mungkin dapat kami lupakan seumur hidup, sehingga tak ada kata-kata yang dapat diucapkan ke luar dari mulut kami, karena larut dalam kenangan yang menyeramkan.
Tiba-tiba terdengar suara laki-laki di balik pintu ruang tamu.
“Assalamu’alaikum!” Suara laki-laki itu sepertinya tak asing lagi di telingaku. Deg! Hatiku berdebar-debar tak karuan, tatkala mendengar suara laki-laki yang sangat kukenal, bahkan aku mulai merindukannya.
“Wa’alaikumsalam!”sahut emak dari balik pintu, lalu membuka pintunya perlahan.
“Saya Aksan, keponakannya Pak RT. Bisa bertemu dengan Meilan?”tanya laki-laki itu.
“Mari masuk Nak Aksan. Meilan, kamu dicari tuh. Emak pergi ke dapur dulu.” Emak menjawab sambil tersenyum penuh arti, aku pura-pura tidak tahu kalau emak sebenarnya sedang menggodaku.
Aku datang menemui Kak Aksan dengan perasaan tak karuan dan salah tingkah. Tak lama kemudian emak membawa 3 buah cangkir teh manis hangat yang disajikannya di atas meja tamu.
“Kapan Kak Aksan tiba di Indonesia?”tanyaku seraya mempersilakan Kak Aksan duduk.
“Baru semalam,”jawab Kak Aksan singkat.
“Oh ya, Nak Aksan, emak mau mengucapkan rasa terima kasih, karena Meilan sudah merepotkanmu selama tinggal di Singapura. Diminum tehnya, Nak Aksan,”ucap emak sembari mengambil secangkir teh, kemudian duduk di sampingku dan menyeruput tehnya pelan.
“Sama sekali enggak merepotkan..,” Kak Aksan sepertinya bingung mau memanggil emak.
“Panggil saja saya Emak,”kata emak sambil tertawa lebar.
“Ya emak. Meilan banyak membantu saya, jadi enggak merepotkan,”ujar Kak Aksan seraya tertawa kecil.
“Begini emak dan Meilan, saya datang ke sini hendak menyampaikan titipan uang dari Pak Dubes KBRI yang di Singapura. Beliau membeli semua lukisannya Meilan dan sangat bersimpati atas kejadian yang dialami Meilan dan keluarga, setelah saya menceritakan peristiwa yang menimpa Meilan dan keluarga. Mohon diterima titipannya,”jelas Kak Aksan panjang lebar padaku dan emak sambil menyerahkan sebuah amplop coklat yang berisi uang untukku.
“Tolong sampaikan rasa terima kasihku dan keluargaku kepada beliau,”ucapku pada Kak Aksan seraya menerima amplopnya, lalu kuberikan amplop itu pada emak. Tampak mata emak berkaca-kaca menerimanya.
“Terima kasih kasih Meilan,”kata Emak pelan. Aku mengangguk perlahan dengan senyum sumringah, rasanya bahagia sekali dapat membantu emak dan bapak, meskipun jumlah uangnya tak banyak.
“Kalau begitu, emak permisi dulu. Emak mau memasak di dapur. Kalian ngobrol berdua ya.” Emak sengaja meninggalkanku dan Kak Aksan, sepertinya hendak memberikan kesempatan waktu untuk kami berdua.
“Kapan kamu masuk kuliah lagi, Meilan?”