*2 hari kemudian.
Di tempat pertemuan antara keluarga korban dan pihak pesawat. Titha bersama Ibunya di temani juga oleh Salman, masuk ke ruangan tersebut, dan menunggu kehadiran dari orang pihak pesawat.
Sesaat setelah Titha dan Ibunya masuk ke dalam ruangan, Titha merasa atmosfer di ruangan itu sangat hampa dan gelap, semua orang yang ada di dalam ruangan itu terlihat sakit dan patah semangat, karena mereka semua adalah korban juga seperti yang di rasakan oleh Titha dan Ibunya. Ada yang membawa anaknya yang masih sangat kecil belum bisa bicara, ada nenek-nenek yang menangis karena kehilangan anaknya, dan begitupun dengan keluarga-keluarga yang lain, mereka semua mengeluarkan air mata.
Melihat semua itu, si Titha tak tertahankan untuk mengeluarkan air matanya, ia langsung terbawa suasana dan meratap di pangkuan Ibunya,
"Astagfirullah hal'aziim ... Buk," ucap Titha yang mendekap di bahu Ibunya.
"Udahlah Titha ... mungkin ini cobaan yang Allah berikan untuk kita.. jadi kita harus sabar," saut Ibunya yang berusaha menahan tangis.
Pintu ruangan terbuka, dan masuklah seorang yang ber jas serba hitam. Semua keluarga korban langsung diam dan terpaku pada pria yang baru saja masuk. Pria ber jas itu langsung naik ke mimbar dan berbicara.
"Maaf atas keterlambatannya, saya dari pihak pesawat-"
Belum selesai bicara, semua keluarga korban kecuali Titha dan Ibunya langsung menyerbu ke depan mimbar dan meratap-meratap atas kehilangan keluarga mereka, ada yang meninju-ninju meja, ada yang menggendong anaknya yang menangis kencang, pokoknya semuanya kacau balau dan tak terkendali. Mendengar terjadi keributan di dalam, beberapa petugas keamanan datang masuk dan menenangkan suasana yang tegang tadi. Kemudian pria yang bernama Pardi tadi melanjutkan penyampaiannya.
"Saya sangat malu atas terjadinya tragedi ini, saya mewakili semua kepengurusan penerbangan Indonesia, dengan ini meminta maaf yang sebesar-besarnya pada seluruh keluarga korban kecelakaan pesawat BM12 yang jatuh pada tanggal 14 Juni 1995, hari Kamis, pukul 14:00 wib. Dengan ini kami nyatakan turut berdukacita yang sedalam-dalamnya dan akan mempertanggungjawabkan semua yang terjadi atas kejadian ini, saya pribadi sangat malu dan meminta maaf yang sebesar-besarnya pada seluruh keluarga korban," ujar si Pardi dan langsung meninggalkan ruangan dengan keamanan yang ketat melindunginya dari amukan keluarga korban.
*Keesokan harinya.
Di tempat pemakaman umum. Titha dan Ibunya, juga semua orang tetangga maupun warga di tempatnya, menghadiri prosesi pemakaman ayahnya, yaitu Pak Candra. Titha dan Ibunya terlihat sedang menangis di atas kuburan ayahnya, melihat ayahnya yang sudah kaku dan mengenakan kain kafan yang serba putih, sedang di masukkan di liang kubur, lantas si Titha tak sanggup lagi menghadapi kenyataan ini, ia langsung pingsan setelah orang memasukkan ayahnya ke liang kubur, saat itu Salman juga menghadiri prosesinya, dan membawa si Titha bertepi di bawah pohon beringin yang rindang. Di bawah pohon itu, Salman mendudukkan Titha di pohon itu, dan mengipas-ngipas Titha.
Selesai prosesi pemakaman. Semua orang memanjatkan doa bersama-sama, dan kali ini, Ibunya Titha lagi yang pingsan, semua orang yang hadir merasa kasian pada Titha dan Ibunya, karena di tinggal oleh Pak Candra, yang mana di kalangan masyarakat setempat, Pak Candra di kenal sebagai seorang yang berbudi luhur, dan sangat dermawan, beliau suka bersedekah dan juga termasuk orang yang cinta dengan masjid.
*Seminggu kemudian.
Di rumah Titha. Titha sedang membantu Ibunya menyiapkan makanan di dapur.
"Titha ... panggil Pak Harto gih, bilang sama dia kita makan sama-sama aja," ucap Ibunya.
"Iya Buk ... bentar Titha panggilin yah," Titha pergi memanggil Pak Harto yaitu supir nya untuk makan bersama
Di halaman rumah. Pak Harto sedang mencuci mobil peninggalannya Pak Candra atau ayahnya Titha. Kemudian si Titha datang menghampiri Pak Harto.
"Pak ... Pak Harto," panggil Titha.
"Iya Neng ... ada apa? apa yang bisa saya bantu?" saut Pak Harto yang bergegas menghampiri Titha.
"Itu Ibuk ... udah masak didalem, yuk kita makan bareng," ajak Titha.
"Waduh Neng, kalau itu mah saya gak enak Neng makan sama majikan satu meja makan," ujar Pak Harto.
"Yah ... Gak papalah Pak, makan bareng kan lebih enak, dari pada Bapak makan sendirian mulu," saut Titha.
"Gak usahlah Neng, bapak nanti aja pas udah selesai ini cuci mobil," jawab Pak Harto yang merasa tak enak.
"Haduh ... si Bapak ih udah ayuk, nanti Titha lapor ke Ibuk kalau Bapak gak nurutin perintah, gimana? yuk ... ayukk ...," Titha memaksa Pak Harto dan menariknya masuk kerumah.
"Tu ... tunggu dulu Neng, Bapak matiin ini dulu, keran airnya dulu, nanti tagihan airnya naik Bapak juga yang di salahkan," canda Pak Harto.