Kerinci 1995

M.ALKAHFI
Chapter #6

Chapter 6

*Sungai penuh, 11:45 wib/7 Agustus 1995.

Di depan kosan Puti. Titha berpisah dengan Puti.

      "Ya udah aku duluan ya kamu hati-hati tha," ucap Puti pada Titha yang duduk di dalam mobil.

     "Iya Ti kamu juga hati-hati assalamualaikum," jawab Titha sembari pamit.

      "Iya Walaikumussalam," saut Puti.

Akhirnya, Titha pergi meninggalkan Puti. Titha kembali melanjutkan perjalanannya untuk mencari rumah Bibinya di Kerinci, tempat yang selama ini ia ingin kunjungi.

Sudah 2 jam perjalanan si Titha mencari-cari rumah Bi Mur, ia tak sengaja melihat seorang yang mirip dengan Bi Mur yang sedang menyapu halaman rumahnya. Titha menghentikan mobilnya.

      "Pak berhenti Pak," ucap Titha pada Pak supir.

      "Udah sampe Neng?" tanya Pak supir pada Titha.

      "Iya Pak," jawab Titha.

Pak supir pun menghentikan mobilnya, dan membantu membawa barang-barang Titha menuju rumah yang Titha rasa rumah Bi Mur.

      "Assalamualaikum," ucap Titha bersalam.

      "Walaikumussalam ... ehh ... Neng Titha?! Kok Neng bisa disini Neng," ternyata benar dugaan Titha, itu memang Bi Mur, Bi Mur sangat terkejut melihat Titha yang sudah dewasa dengan parasnya yang cantik dan menawan.

      "Bi ... kenapa sih Bibi gak pulang ke Lampung, Ibuk udah rindu sekali sama Bibi loh," gumam Titha pada Bi Mur.

      "Haduh ... Bibi juga rindu sama si Ibuk Neng ... tapi mau bagaimana lagi Neng, si Bapak lagi sakit, gak ada yang jagain," Saut Bi Mur dengan sedikit mengiba pada Titha.

      "Oh Bapaknya di mana Bi?" tanya Titha pada Bi Mur.

      "Ada Neng di dalam.. yuk masuk Neng," ajak Bi Mur pada Titha.

Mereka pun masuk kerumah sederhananya Bi Mur, yang mana hanya berdindingkan dari papan kayu dan motif-motif adat yang mempunyai makna tersendiri. Disaat Titha mulai melangkahkan kakinya melewati pintu, ia tak berkedip sedikit pun melihat rumah Bi Mur yang sangat kental dengan aura adat dan budaya dari tanah Kerinci itu sendiri, sebelum Titha masuk kerumah Bi Mur tadi, ia melihat ada sebuah genangan air seperti kolam tapi berukuran kecil yang terbuat dari batu, Titha pun menanyakan hal itu pada Bi Mur.

      "Bi ... itu pas Titha mau naik tangga tadi kok ada kayak kolam kecil ya di sebelah tangga?" tanya Titha pada Bi Mur.

      "Oh itu ya Neng, kalau itu sih udah lama di situ, udah dari Bibi masih kecil dulu ... hampir semua rumah di desa Bibi ini punya kolam kecil di rumah mereka," jawab Bi Mur.

Mendengar Bi Mur menjawab begitu, di pikiran Titha hanya terpikir.

      "Mana bisa ya ikan hidup di kolam sekecil itu ... apa cuma untuk hiasan?" gumam Titha dalam hatinya.

      "Emang bisa ya Bi ... ikan idup di kolam sekecil itu?" tanya Titha pada Bi Mur.

      "Ya enggaklah Neng kolam itu bukan untuk ikan, tapi itu sudah menjadi tradisi disini Neng, sebelum kita bertamu kita harus mencuci kaki maupun tangan kita terlebih dahulu Neng, baru boleh masuk kerumah," jelas Bi Mur pada Titha.

      "Oh ... gitu ya Bi, Titha gak tahu soal adat dan tradisi di sini Bi," jawab Titha.

      "Ya ... Bibi tahu juga Neng kan baru aja kesini, nanti Bibi ceritakan semua yang ada di Kerinci ini, terutama di desa Bibi ini," saut Bi Mur pada Titha.

      "Bener ya Bi," jawab Titha.

      "Iya ... Neng tenang aja kalau masalah itu mah, yok kita masuk dulu," ujar Bi Mur dan masuk kerumah bersama Titha.

      "Allahuakbar ... Allahuakbar ...." Adzan Maghrib berkumandang di desa kecil yang damai dan tenang.

Titha menghampiri Bi Mur.

      "Bi ... Titha mau ambil wudhu, dimana yah?" tanya Titha pada Bi Mur.

      "Oh iya Neng, maaf ya Neng kalau lama, soalnya di rumah Bibi ini mah serba manual, kagak ada yang namanya mesin, ngambil air aja pake katrol di sumur," jawab Bi Mur.

Lihat selengkapnya