Kering

D. Andar
Chapter #9

Perasaan Menyiksa

Berbicara dengan ayahnya sangat menguras energi, Genta merasa tenaganya habis begitu dia keluar dari kantor polisi. Dia tidak berbicara dengan Sumiah, wanita yang melahirkannya itu tidak bersedia menemui Genta. Tak ada alasan.

Hujan sudah berhenti, menyisakan titik-titik air pada dedaunan. Halaman kantor polisi yang dilapisi paving block berkilau, efek dari permukaan basah yang tertimpa sinar matahari. Genta mendongak, langit tampak bersih sekarang, awan nimbus yang semula menggantung tebal sudah terusir pergi. Semilir angin menyentuh lembut kulit Genta, membawa hawa dingin yang menyejukkan. Aroma tanah basah menguar, menghadirkan perasaan nyaman yang abstrak. Genta menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Pandangannya beralih pada jalan raya di depannya, kendaraan berlalu lalang, orang-orang mulai beraktivitas setelah mungkin sepagian mendekam di rumah karena guyuran hujan yang lebat. Genta menghampiri motor Muhidi yang terparkir bersama deretan motor lain kemudian menaikinya, meninggalkan tempat itu.

Di tengah perjalanan kembali ke rumah kakeknya, mendadak Genta mengubah tujuan, dia ingin mendatangi suatu tempat. Tempat yang dulu pernah ia kunjungi bersama ayahnya. Mardiono memang bukan ayah yang baik, tapi ada kalanya lelaki itu bersikap seperti seorang ayah yang sesungguhnya. Satu dari sedikit kenangan indah bersama ayahnya adalah ketika Genta diajak ke kebun karet tempat Mardiono bekerja. Kebunnya sangat luas, penduduk setempat lebih sering menyebutnya hutan karet ketimbang kebun biasa.

Jalanan beraspal memantulkan cahaya pelangi yang terbentuk dari reaksi kombinasi antara cahaya matahari, air, dan minyak, Genta melajukan motor dengan kecepatan rata-rata. Dia tidak berharap cepat sampai tujuan, dia menikmati moment dalam perjalanannya. Genta mengenang kegembiraan yang dia rasakan saat membonceng di tangki bensin motor GL Pro ayahnya. Rasanya seperti sedang berada di atas awan. Dagu berlipatnya terangkat, matanya menatap sekeliling, pongah. Lucu, karena saat itu dia menganggap tidak ada anak yang seberuntung dirinya. Tentu saja banyak anak yang lebih beruntung dari dia.

Roda motor berbelok, meninggalkan jalan beraspal dan memasuki jalan lain yang lebarnya tak lebih dari ukuran sebuah truk. Jejak panjang terbentuk di atas tanah merah yang lunak akibat hujan, melindas rumput-rumput yang baru tumbuh. Genta memarkirkan motor di tepi hutan, di dekat semak-semak yang hampir setinggi anak kecil.

Tanah dan rumput masih basah, daun-daun pada pepohonan masih meneteskan sisa air hujan, tapi langit mulai menampakkan keceriaannya. Burung-burung berkicau, melompat dari satu pohon ke pohon yang lain sementara sinar mentari menembus sela-sela pepohonan hingga bagian yang terkena cahayanya berkilau bagai taman surga. Menciptakan ketenangan yang misterius.

Langkah Genta panjang-panjang saat memasuki hutan. Bau busuk getah karet yang mengambang di udara sama sekali tidak mengganggunya. Genta terus berjalan di antara deretan pohon-pohon yang rapi dengan sayatan berbentuk spiral melingkari batangnya dan cangklong yang tergantung.

Lihat selengkapnya