Matahari baru sepenggalah kala Alya sampai di kelas. Dia pikir dirinya yang datang paling awal. Sedari parkiran, sampai ke depan kelas, gadis itu tak melihat siapa pun. Tapi anggapannya salah. Di dalam kelas sudah ada Adrian yang tertidur.
Suasana kelas sangat hening. Tidak ada suara apa pun selain sebuah alunan musik. Alya pun menyapu pandang, mencari sumber suara. Lantunan musik yang cukup unik itu ternyata berasal dari Adrian. Sepertinya Adrian tertidur dengan mendengarkan suara dari ponselnya.
Mendengarn, membuat Alya cukup tergelitik. Sekali lagi, dia baru menyadari kalau Adrian tidak hanya baik, tapi juga unik. Alih-alih mendengarkan lagu biasa, Adrian justru memutar instrumental yang menjadi background sebuah film. Beberapa ada yang Alya tahu dan beberapa tidak.
Alya mendekat. Dia tatap temannya itu yang masih meletakkan kepalanya di atas meja. Tangannya menekuk, menutupi wajah. Alya sempat kaget kala melirik siku Adrian. Siku itu masih berdarah, seperti belum diobati.
Gadis mungil itu pun buru-buru meletakkan tasnya di bangku lantas turun ke UKS. Beruntung di sana sudah dibuka. Alya pun meminjam peralatan P3K lalu kembali lagi ke kelas.
Ternyata di sana, Adrian sudah terbangun. Di depannya sudah ada kertas. Lelaki itu tampak begitu serius dengan pensilnya. Seulas senyum sempat terpancar dari bibirnya. Belum pernah Alya melihat Adrian seperti itu. Setiap kali Alya melirik Adrian yang tengah belajar, dia justru bertingkah seperti orang gila. Rambut ikalnya akan mengembang dan tangannya akan menggaruk-garuk kepala. Belum lagi wajahnya yang tampak resah, seperti orang yang dikejar-kejar sesuatu. Tapi kali ini Adrian benar-benar beda.
Oleh karena itu, Alya memutuskan untuk pura-pura tak peduli. Gadis itu pelan-pelan menyusup ke belakang lantas mendekati Adrian diam-diam.
Setelah cukup dekat, Alya dapat melihat selembar kertas yang sudah digaris jadi empat bagian. Adrian terlihat menggerak-gerakkan pensilnya dengan lihai. Satu per satu gambar mulai terbentuk.
“Sketsanya bagus juga, tuh!” puji Alya. Dia tak dapat menahan diri untuk berbicara. Alya amat terpesona dengan coretan-coretan Adrian yang indah layaknya anak kecil yang kagum dengan gambar temannya.
Suara Alya yang tepat berada di samping telinganya, membuat Adrian terlonjak ke belakang, kaget. Kepalanya pun mengenai kepala Alya dan membuat gadis itu tersungkur.
“Aduh! Ian!” rajuk Alya.
“Maaf-maaf!” kata Adrian. Lelaki itu pun membantu Alya berdiri. Setelah itu, tangannya sibuk merapikan kertas, menyembunyikannya di laci mejanya.
“Nggak kenapa-napa?” tanyanya lagi. Sekilas Adrian melihat ke arah kertas yang dia sembunyikan, memastikan benar-benar sudah tak terlihat.