Upacara api unggun dimulai. Para panitia tahu kalau kemah ini bukan kemah untuk kepramukaan. Mereka tahu itu, cuma mereka ingin menambahkan kesan magis dalam prosesi kemah kali ini. Api unggun selalu tampak indah di mana pun.
Adrian cukup puas ketika berada di barisan pembawa obor. Benar apa kata Saka, tidak susah untuk menjadi pembawa obor. Yang susah itu ketika menjadi ketuanya. Dalam hati, Adrian menertawakan Saka yang sekarang berada di depannya. Ya benar, Saka menjadi ketua pasukan. Dia yang berulang kali harus berteriak, menghafal setiap instruksi yang ada. Meski wajahnya tampak grogi, Saka seperti senang-senang saja menjalaninya.
Setelah berputar-putar selama setengah jam demi melatih gerak jalan, akhirnya semua siap. Para pemimpin peleton dan pemimpin upacara juga sudah siap. Mereka semua dari peserta perkemahan. Tak satu pun dari panitia. Jika mengingat kalau tadi siang mereka baru datang dan langsung mendirikan tenda, harusnya mereka lelah. Tapi anehnya di antara semua petugas upacara api unggun, tak ada yang merengut. Semuanya tersenyum. Termasuk Alya yang tertawa lebar sekarang.
Upacara dimulai. MC membacakan runtutan acara. Satu per satu prosesi pun dimulai. Masing-masing peleton disiapkan. Setelah itu, pemimpin upacara menyiapkan diri. Di samping masing-masing peleton, ada lima pembawa obor. Lima laki-laki di kanan dan lima perempuan di kiri.
Setelah semua pasukan siap, pasukan pembawa obor pun dipersilakan untuk melakukan prosesi menyalakan api unggun.
“Siap grak!” lantang Saka.
Lapangan yang hening serta peserta yang diam, membuat suaranya membahana. Semua pasukan, termasuk lima barisan putri, mendengarnya dengan jelas.
“Luruskan!” lanjut Saka.
Para pasukan obor pun melencangkan tangannya ke depan.
“Lurus!” sahut seorang laki-laki dan perempuan di barisan paling belakang.
Semua pasukan obor baik laki-laki maupun perempuan pun menurunkan tangan mereka.
“Langkah tegap maju, jalan!” instruksi Saka kemudian.
Barisan laki-laki dan perempuan pun keluar dari sarang mereka. Keduanya melangkah, mendekati tumpukan kayu di tengah-tengah lapangan.
“Jalan di tempat, grak!” seru Saka kembali.