Upacara selesai. Semua peserta diizinkan untuk kembali ke tenda. Mereka tidak diperbolehkan begadang ataupun berada di luar. Katanya akan ada acara melelahkan besok. Meskipun langit begitu cerah dan bintang gemintang amat memukau, tak ada satu pun peserta yang berada di luar. Semuanya berada di dalam tenda karena suatu alasan. Tentara yang menjadi panitia perkemahan, berkeliling dan langsung menghukum siapa pun yang melanggar.
“Lima puluh push up, sekarang!” tegasnya ketika ada satu peserta yang menolak untuk berada di dalam tenda. Katanya agar mereka lelah lalu tidur.
Sialnya, Adrian sama sekali tak bisa tidur. Dia menatap atap tenda. Putih dan sedikit kekuningan. Warna kuning yang mengingatkannya pada acara tadi. Senyum Alya yang hangat dan cinta dalam diri Adrian yang mulai berkobar.
Adrian senyum-senyum sendiri. Momen yang dianggapnya biasa saja, kini mulai berkesan. Dia tertawa kala membantu Alya turun dari pohon kersen beberapa waktu lalu. Lalu ketika ingatannya jatuh pada sikunya yang dirawat Alya, Adrian mengangkat siku kanannya dan tertawa kembali.
“Alya …,” desah Adrian.
Sejenak, Adrian memiringkan badannya, mengganti posisi tidurnya. Dia pun menatap ke pintu tenda. Pintu tenda yang terbuka sedikit itu, menampilkan sedikit pemandangan. Adrian pun dapat melihat pohon trembesi yang daunnya melambai tertiup angin. Pemandangan itu pun membuat Adrian ingat tentang pohon kersen. Rasa legit kersen itu, persis sekali dengan rasa yang Adrian rasakan sekarang. Semua itu gara-gara Alya. Gadis manis penuh energi positif.
“Aduh-aduh, ada yang cinlok, nih!” bisik Saka. Rupa-rupanya, dia juga belum bisa tidur. Rasa bergetar setelah memimpin upacara api unggun, masih menggebu-gebu di dalam dadanya. Ada rasa bangga yang mampu membuatnya serasa terbang di udara. Ada juga rasa menggelitik kala melirik ke Alya dan Adrian tadi. Dia tidak bisa melihat ekspresi Adrian dengan jelas, tapi Saka cukup yakin kalau teman seregunya itu tampak sangat bahagia.
Lamunan Adrian seketika pecah. “Udah-udah tidur!” katanya diiringi dengan celetukan tawa.
“Mana bisa tidur kalau belum lihat wajah dia, kan?” ejek Saka.
Adrian menyikut Saka, menyuruhnya untuk berhenti bercanda. Setelah rangkaian kejadian yang Adrian lalui, akhirnya dia bisa dengan leluasa mengekspresikan kembali emosinya. Mungkin tidak sepenuhnya, tapi paling tidak remaja itu sudah bisa bercanda dengan temannya. Tidak seperti Adrian beberapa hari lalu. Kalau bukan karena Alya, Adrian yakin kalau dia akan terus terpenjara di rumah terkutuk orang tuanya.
Saka mengembuskan napas. “Tadinya aku ngrencanain agar kamu yang ngelantangin dasa darma kedua. Paling tidak kan kamu menyatakan cinta sama Alya, ya meski tersirat.”
Adrian tertawa. “Dan yang terjadi malah Alya yang nyatain cintanya.”
Saka balas tertawa. “Ya gimana, itu kemauan panitia.”
“Nggak papa. Makasih.” Adrian menghela napas.
Hening sejenak. Gumaman yang terdengar di samping tenda, perlahan mulai menghilang. Tak hanya Adrian dan Saka, semua anggota perkemahan kebangsaan ini mempunyai momen lucu mereka sendiri. Mereka berbagi cerita. Baru setengah hari mereka kenal, tapi tenda menyatukan mereka semua.
“Tapi menurutmu, Alya suka nggak sama aku?” tanya Adrian setelah menimang-nimang semua hal. Awalnya dia malu untuk bertanya ini, tapi ketika mengingat bahwa Saka sudah tahu, niat itu pun muncul.
Saka mengangkat bahunya. Dia lalu mengangkat kedua tangannya dan menjadikannya sebagai bantal. “Kalau itu, aku nggak tahu, cuma gimana kalau kita buktikan besok?”
“Caranya?”
Saka tertawa sejenak. “Yan, semua wanita pasti suka cowok yang menonjol, yang populer. Kamu sudah mengawalinya untuk malam ini. Besok kamu pun harus kayak malam ini!”
“Populer, ya?”