Ternyata acara pagi ini tak lebih dari acara talkshow. Pematerinya didatangkan dari anggota tentara yang pernah mengikuti perang. Ada juga sejarawan. Semuanya bercerita tentang jerih payah pahlawan demi kemerdekaan Indonesia khususnya di daerah sekitar sini.
Materinya cukup asyik terutama lawakan tentara yang bilang kalau saat mereka perang di Arab, semua ucapan, mereka amini. Apa pun itu. Bahkan mungkin kalau orang Arab itu tengah mengumpat, tentara itu tetap mengamininya.
“Perang membutuhkan banyak doa dan mukjizat. Pertolongan Tuhan yang paling utama!” tutup si tentara.
Kemudian saat sejarawan maju, dia menjelaskan bagaimana sengitnya perlawanan kota yang dihuni Adrian. Kota dengan logat ngapak itu, menjadi saksi bisu bagaimana Belanda dulu mempermainkan perjanjian Renville. Para pejuang pun tak tinggal diam dan memutuskan untuk mempertahankan batas wilayah Indonesia meski hanya 1 centimeter.
“Jadi ketika kalian mendatangi Tugu Renville, jangan takut. Di sana tidak ada hantu! Yang ada adalah jejak pahlawan!” kata si sejarawan.
“Kalau di sana ketemu hantu beneran gimana, Pak? Kan pernah tuh didatangi Tukul Arwana Jalan-Jalan. Mereka bilang di sana angker?”
“Kalau ada beneran, wawancarai dong! Siapa tahu mereka jadi saksi mata pertarungan pahlawan kita dengan Belanda.”
Semua orang tertawa.
Tawa-tawa itu pun memudar kala sesi tanya jawab dibuka. Banyak di antara peserta yang menunduk, tak berani untuk sekadar mengangkat tangannya. Terlebih si tentara bukan mengajukan pertanyaan melainkan tantangan.
“Siapa yang berani maju dan menyanyikan lagu Indonesia Raya akan saya beri kaos pasukan!”
Semua orang saling pandang. Semua orang begitu tenang. Tapi entah mengapa rasanya begitu mencekam. Di tengah-tengah kejadian itu, Adrian melirik ke arah Alya. Gadis itu seperti takut-takut untuk mengajukan diri. Melihatnya, membuat Adrian ragu-ragu. Dia tahu bahwa dia ingin menarik perhatian Alya. Dia tahu bahwa dia ingin sekali terlihat gagah di hadapan gadis itu. Tapi untuk maju dan bernyanyi, terlebih ini adalah lagu kebangsaan, Adrian takut. Jika dia salah sedikit saja, rasa malu akan menghantuinya seumur hidup.
“Saya, Komandan!” Yudi mengangkat tangan.
Semua tatapan seketika mengarah ke arahnya. Wajah Yudi tampak tenang. Jalannya tegap, pandangannya mantap. Tak terlihat ada rasa minder dalam dirinya.
“Perkenalkan diri dengan tegas!” ujar si tentara.
Yudi memperkenalkan diri dengan cengar-cengir. Setelahnya, dia pun menyanyikan lagu kebangsaan. Kendati dia tampak percaya diri, Yudi bisa saja salah. Teman seregu Adrian itu, meminta maaf lantas mengulanginya dari awal.