Pada akhirnya, jantung pisang itu Adrian pikul. Pemandu hiking memberi keringanan dengan membiarkan apa yang sudah didapat untuk dimakan nanti malam. Regu Adrian dibilang beruntung karena daun lembayung dapat mereka telan bulat-bulat. Namun regu Alya justru sebaliknya. Mereka memakan cabai dan sudah pasti jadi kepedasan.
Maka kelompok pertama yang pertama pergi adalah regu Adrian. Mereka bersepuluh, berjalan bersama sesuai arahan dari pemandu hiking. Katanya di sana sudah ada tentara yang menunggu kedatangan mereka.
“Ini nggak ada yang mau gantiin mikul jantung pisang?” tanya Adrian. Dia yang belum pernah memikul apa pun, merasa sedikit berat. Bahunya terasa tidak nyaman.
“Kalau nggak mau mikul, makan saja!” balas Yudi.
“Sampai habis!” sahut yang lain.
“Kurang asem!” umpat Adrian lantas tertawa.
Kendati mendapati dirinya bernasib sial, entah mengapa Adrian merasa senang. Pikirannya terasa ringan. Sedari berangkat sampai detik ini, bibir Adrian tak henti-hentinya tersenyum. Tak seperti dulu, wajah Adrian kini juga lurus menghadap ke depan. Dia tak lagi-lagi menatap ke bawah. Kini Adrian juga sama sekali tak takut untuk bersuara. Dia benar-benar merasa bebas.
“Lelet sekali kalian!” sambut tentara yang sudah berada di depan dinding yang terbuat dari anyaman tambang.
“Sudah kenyang?” tanyanya setengah mengejek.
“Siap, sudah!” jawab regu Saka serempak.
“Bagus! Dengar-dengar kalian tak habis memakan jantung pisang. Mau tidak mau, kalian harus menghabiskannya nanti malam. Pahlawan kita tak pernah membuang-buang makanan!”
“Siap!”
“Baiklah. Tugas kalian sekarang sebenarnya adalah memanjat gunung demi bersembunyi dari musuh. Tapi karena di sini tidak ada gunung, kalian harus memanjat dinding anyaman tambang ini!”