“Sibuk amat!” komen Wisnu kala melihat Adrian dengan seluruh peralatan anehnya. Ada besi gantungan kunci, cetakan kecil, dan cairan bening yang aneh. Dan semua itu diletakkan di atas keramik kamar. Beruntungnya kamar lagi sepi. Hari Minggu membuat santri keluar dari pondok, mencari udara luar.
Adrian tak menjawab. Dia sibuk menuangkan resin ke dalam cetakan yang dia buat sendiri. Awalnya dia hendak membeli cetakan yang sudah jadi, tapi tak ada yang sesuai dengan keinginannya. Cetakan resin yang di pasaran, semuanya gepeng padahal yang Adrian inginkan adalah bulat sempurna, sebulat kersen dari Alya.
“Lagi ngapain, sih?” tanya Wisnu kembali. Dia mulai geregetan sendiri.
Adrian masih diam. Dia memilih untuk fokus. Kesempatannya hanya sekali. Kersen merah jambu pemberian Alya cuma satu. Dia tak bisa mengulanginya jika salah. Mungkin ada ratusan kersen merah jambu seperti ini, tapi tak ada kersen yang sudah digenggam Alya, penuh dengan senyuman.
“Ian!” teriak Wisnu tak sabar. Dia berteriak tepat di samping telinga temannya itu, membuat Adrian kaget dan jatuh ke samping.
“Apaan, sih?” tanya Adrian, merasa terganggu.
“Kamu kalau lagi fokus kayak kakek-kakek pikun. Liatnya fokus budeg,” umpat Wisnu.
“Ya maaf. Ini lho aku dikasih kersen merah jambu sama Alya. Daripada aku makan mending aku jadiin aksesoris, kan? Awet dan bisa dipandangin kapan pun aku mau,” jawab Adrian sambil menenggelamkan kersen ke resin sedikit demi sedikit. Kersen itu tetap mau mengambang, seakan menolak untuk diawetkan.
“Alya ngasih kamu?”
Adrian mengangguk.
“Warna merah jambu?”
Adrian mengangguk lagi.
“Kamu tahu itu artinya apa?”
Adrian menengok ke Wisnu. “Apa emang?”
“Dih suka gambar kok nggak tahu arti warna,” sindir Wisnu.
“Dih udah tahu kok nggak langsung ngomong, sih!” sindir Adrian balik.
“Itu artinya Alya suka kamu, Yan! Dia jatuh cinta sama kamu!” teriak Wisnu heboh. Dia mencengkram pundak Adrian lalu mengguncang-guncangnya.
Adrian melepaskan cengkraman Wisnu. Dia terbayang kembali bagaimana manisnya Alya memberikan kersen merah jambu itu padanya. Tawanya, senyumnya, dan matanya yang berbinar itu. Namun tiba-tiba saja ada yang mengganjal di pikirannya.
“Kalau Alya suka sama aku? Kenapa dia akhir-akhir ini ngilang? Malah seringan sama Kang Zaki.”
“Kan mereka mau ikut lomba.”
“Janji nggak lomba?” sahut Adrian sarkas.