Ternyata harapan Adrian hanya sekadar harapan. Ayahnya sendirian. Tidak ada yang menemani. Dia pun hanya memakai motor bukan mobil. Sepertinya dia habis bepergian dan entah apa alasannya, Abimanyu mampir ke pondok.
“Ian,” panggil Satria. Dia mengangkat cetakan resin Adrian.
Adrian melirik ke Satria. Bibirnya mendesit. Sebenarnya dia malas melakukannya. Ayahnya sama sekali belum minta maaf. Tapi kalau Adrian tidak melakukannya, cairan resin dengan kersen pemberian Alya itu akan musnah.
Adrian pun meraih tangan ayahnya lantas menciumnya. Tindakan Adrian itu membuat Abimanyu kaget. Dia tak menyangka akan ada hari di mana Adrian mencium tangannya lagi. Abimanyu menjadi sedikit terharu. Dia masih ingat hari di mana Adrian mulai tak mencium tangannya lagi.
Waktu itu, Adrian pulang dengan membawa rapor dengan urutan rangking 9. Seharian penuh, Abimanyu memarahinya. Abimanyu juga menghukum anaknya itu. Dia melarang Adrian keluar selama liburan. Adrian harus belajar dan belajar. Bahkan ketika anak itu ketahuan bermain ponsel, Abimanyu tak segan untuk membentaknya.
Setelah itu, ketika mau berangkat sekolah, Adrian tak pernah menyalaminya. Sesudah salat berjemaah di rumah pun seperti itu. Alih-alih mencium tangan ayahnya, Adrian justru langsung keluar dari musala ketika salat usai. Abimanyu tentu murka, tapi Adrian tak menghiraukannya.
Maka hari ini, ketika punggung tangan Abimanyu kembali dikecup oleh anaknya, lelaki paruh baya itu merinding. Dia tatap lamat-lamat kepala anaknya. Tangan kanannya terangkat, dia ingin mengusap kepala Adrian. Sayang sebelum Abimanyu melakukannya, Adrian sudah lebih dulu melepaskan salamannya.
“Ada apa Ayah ke sini?” tanya Adrian setengah tak peduli. Daripada bertemu dengan ayahnya, dia lebih baik tidur di kamar.
Abimanyu berdeham. Kedatangannya di sini sebenarnya hanya untuk mengantarkan makanan. Tadi ketika dia berada di warung, Abimanyu teringat akan putranya. Sebenarnya bukan hanya tadi, setiap hari, setiap makan di rumah, Abimanyu selalu bertanya-tanya apakah Adrian makan seenak makanan di rumah?
Tadinya Abimanyu hendak mengajak Sinta ke pondok. Alih-alih mengiyakannya, Sinta justru menjawab ketus.
“Aku nggak mau jenguk Adrian kalau ujung-ujungnya kamu berantem sama dia. Mending kapan-kapan aku temui dia di sekolah.”