“Maaf siapa, ya?” tanya Sinta kala membuka pintu.
“Kami orang tuanya Afif, teman anak ibu di SMP.” Salah seorang yang mengetuk pintu rumah, memperkenalkan diri.
Sinta mengamati dua orang yang bertamu di rumahnya. Dua orang yang sama sekali tidak dia kenal. Mereka kini mengenakan pakaian serba hitam, khas orang yang tengah berbela sungkawa. Mata perempuan yang memperkenalkan diri itu pun sembab, sepertinya dia habis menangis. Sedang laki-laki di belakangnya, diam saja. Aura dari dalam diri mereka, terasa mendung dan menyayat hati.
Sinta membiarkan pintu terbuka dan menyilakan tamunya untuk duduk. Ibu dari Adrian itu lalu menyentuh pundak suaminya, mengatakan kalau ada tamu. Setelahnya Sinta ke belakang. Dia menyiapkan minum.
“Silakan diminum tehnya!” kata Sinta sambil membuka camilan yang ada di meja.
Sinta duduk di samping suaminya. Para tamunya itu menyeruput teh sedikit kemudian menaruhnya kembali di atas tatakan gelas. Sinta dan Abimanyu melakukan hal yang sama.
Sebagai tuan rumah yang tidak tahu siapa tamunya dan kepentingan mereka apa, Abimanyu dan istrinya hanya bisa diam. Mereka menunggu agar tamunya itu berbicara lebih dulu.
Tamu laki-laki berdeham. Dia sedikit menegakkan tubuhnya yang daritadi tertunduk.
“Maaf jika kedatangan kami mengganggu waktu Bapak dan Ibu.” Tamu laki-laki itu berdeham kembali. “Kami ke sini untuk meminta maaf pada Bapak dan Ibu khususnya pada Adrian.”
“Adrian? Kenapa dengan anak kami?” tanya Sinta penasaran.
“Jadi ….” Tamu perempuan itu menatap suaminya. Suaminya mengangguk, menyetujui apa pun yang akan istrinya itu katakan.
“Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Anak kami sudah tiada dan kami ingin sekali meminta maaf pada Adrian karena ….” Perkataan Ibu Afif kembali terjeda. Dia kini menangis dan langsung bersimpuh ke dekapan suaminya.
Suaminya itu langsung mendekap istrinya sembari mengusap-usap punggung istrinya. Sinta dan Abimanyu pun saling tatap. Mereka tak paham dengan apa yang terjadi. Berulang kali otak mereka mencoba menebak ke mana arah pembicaraan ini, tapi tetap saja gagal.
“Maafkan kami, Pak, Bu. Karena ketidak becusan kami dalam mendidik, almahrum anak kami telah membully Adrian selama dia berada di SMP,” jelas Ayah Afif.