Di tengah deruan pasir yang semakin bising, sebuah mobil baja dengan kuatnya tetap melaju sendirian. Di dalam mobil tersebut terdapat empat orang yang berharap agar segera sampai di tujuan.
“Tapi tak kusangka aku akan bertemu dengan anak dari Kahlil di tengah pasar,” ucap sang sopir yang nampak lebih tua dari ketiga orang lainnya.
“Aku sedang melihat kondisi tempat yang sedang kalian cari.”
“Jadi gimana?” tanya Emilia tiba-tiba.
“Aku akan memberitahukannya nanti ketika semua sudah kumpul, aku tak suka kalau harus mengulang apa yang sudah kukatakan.”
Aku sadar dengan mendengar jawabanku ekspresi dari Emilia nampak kesal namun aku tak peduli dengan hal itu. Saat ini yang kupikirkan adalah segera sampai di rumah tapi anehnya ekspresi dari Emilia yang tadi nampak kesal kini berubah menjadi heran.
“Aneh, kau tahu kan kalau kami bisa mendengar gumamanmu itu secara jelas?” tanya Emilia.
Ah sepertinya aku lagi-lagi mengucapkan apa yang sedang kupikirkan.
Beberapa saat kemudian
Setelah melewati perjalanan yang penuh keheningan akhirnya kami sampai di rumah. Di sana nampak si kembar Lars dan Sven sudah menunggu kami.
“Kak Alex kemana saja kau pergi? Kak Tina mencarimu kemana-mana,” ucap Lars.
“Aku hanya pergi mengintai sebentar.”
“Kau sudah ditunggu oleh kak Tina dan ayah di kantornya,” ucap Sven.
Emilia yang baru saja turun dari mobil tiba-tiba langsung berjalan ke arah Lars dan Sven.
“Wow kalian kembar, lucunya!!!” ucap Emilia penuh semangat.
“Hmm memangnya di ibukota gak ada orang kembar?”
“Dan anda pasti karyawan dari tuan Malik,” ucap Lars.
“Mari ikuti kami tuan Malik dan yang lainnya sudah menunggu anda,” tambah Sven.
Emilia bersama Julian yang sedang membawa logistik pun mengikuti Lars dan Sven dari belakang sementara itu sang sopir nampak sedang mengecek mobil bajanya. Semua orang punya kesibukan masing-masing, sepertinya aku harus segera ke kantor dan menjelaskan hasil pengamatanku.
Beberapa saat kemudian
Ternyata ada gunanya juga aku inisiatif untuk mengecek gunung Bjorn terlebih dahulu karena kalau tidak ekspedisi ini akan sia-sia. Oke sekarang saatnya ke aula karena sepertinya waktu makan malam sudah semakin dekat. Saat aku berjalan menuju aula aku menyadari kalau hari ini adalah hari teramai yang pernah ada di rumah ini. Jika biasanya rumah ini dipenuhi oleh anak-anak kini juga banyak terdapat orang dewasa. Seperti misalnya wanita yang sedang ngobrol dengan si kembar Lars dan Sven disana, hmm bukannya wanita itu … siapa namanya ya? Oh iya Emilia.
Tanpa aku sadari aku berjalan ke arah mereka dan kini aku sudah berada tepat di belakang Emilia. Emilia sempat terkejut karena tiba-tiba saja ada orang yang berada di belakangnya namun ketika ia tahu kalau itu aku, ia nampak tenang.
“Oh itu kau jangan buat aku kaget lah, apa kau tak bisa lihat kalau aku sedang fokus sama Lars dan Sven?” ucap Emilia.
“Kenapa kau sangat terobsesi dengan anak kembar?”
“Karena aku pernah membaca kalau sebenarnya anak kembar itu adalah satu kesatuan jiwa yang terpisahkan oleh daging dan darah,” balas Emilia dengan sangat antusias.
Aku bisa menyadari antusiasme Emilia bahkan aku merasakan sesuatu yang lebih namun di sisi lain aku juga merasakan perasaan tidak enak dari Lars dan Sven.
“Nona Emilia kami sangat menikmati obrolan yang tadi,” ucap Lars.
“Namun sepertinya kami dibutuhkan di tempat lain jadi permisi,” lanjut Sven.
Lars dan Sven pun meninggalkan aku dan Emilia di tengah pembicaraan.
“Kan … kau sih bikin mereka gak nyaman, jadi pergi kan mereka,” ucap Emilia nampak kesal dan kecewa.
“Apakah di ibukota tak ada cermin?”
“Jadi bagaimana pertemuanmu tadi? ” tanya Emilia.
“Atasanmu seharusnya akan menyampaikannya.”
“Ayolah gak ada ruginya kamu ngomong kan?”
Akupun menghela nafasku.
“Baiklah, sebenarnya aku tadi di pasar setelah mengamati kondisi gunung suci Bjorn. Aku tahu kalau ekspedisi kalian akan berfokus di gunung suci Bjorn maka dari itu aku sebagai orang terakhir dari Al-Dhahab yang berhasil sampai ke puncak diberi tugas oleh ayah untuk memandu kalian sampai ke puncak. Jadi aku mencoba untuk mengetes ombak atau dalam hal ini gunung dan apa kau tahu apa yang kulihat? Gunung suci Bjorn sedang berada dalam kondisi badai yang sangat heboh.”
“Loh bukannya seharusnya daerah gunung suci Bjorn masih diselimuti oleh pasir, oh maksudmu badai pasir kali ya?” tanya Emilia.
“Tidak, gunung suci Bjorn memiliki topologi uniknya sendiri. Ketika kau sampai di gunung suci Bjorn maka kau akan sadar sendiri kalau gunung ini unik. Jadi badai di gunung yang berada di padang pasir meskipun terdengar konyol tapi sangatlah mungkin bisa terjadi.”
“Jadi butuh berapa lama sampai badai itu berakhir?” tanya Emilia.
Sebelum aku bisa menjawab pertanyaan dari Emilia tiba-tiba saja seisi ruangan heboh karena ketiga pemimpin mereka yaitu Kahlil, Karim, dan Malik memasuki ruangan.