Seorang gadis berseragam putih abu-abu memandang heran sosok tubuh di bawah kakinya. Di tengah derasnya hujan malam itu, ia melihat dirinya sendiri tergeletak berlumuran darah di jalanan yang basah. Netranya berkeliling memandang kericuhan yang terjadi di waktu hampir tengah malam itu.
Teriakan histeris dari seorang pemuda membawa atensinya kembali pada sosok tubuh tak berdaya itu. Ia mengenali lelaki itu sebagai kekasihnya. Sebelumnya, mereka sedang terlibat pertengkaran dan sebuah mobil menabraknya saat menyeberang jalan. Tubuhnya terpental beberapa meter dari tempat kejadian.
Jalanan yang semula lengang karena sudah larut malam mendadak ramai. Dengan cepat orang-orang yang masih terjaga berhamburan mengelilingi tempat itu.
Seorang pria dengan wajah panik dan cemas menyeruak di kerumunan. Tubuhnya gemetar saat menyadari apa yang telah diperbuatnya.
“KAU!” Sang pemuda menatap pria itu dengan marah. “Apa yang kau lakukan, hah?!” Pemuda itu mencengkeram kerah baju sang pria.
“Ma-maaf … sa-saya tidak sengaja…!” jawab pria itu panik. “Ta-tadi … dia tiba-tiba ada di depan mobil … saya tidak sempat mengerem….”
Pemuda itu nyaris memukulnya ketika sirene ambulans terdengar mendekat. Kerumunan itu memberi jalan pada petugas yang segera mengangkat tubuh si gadis ke tandu.
“Saya ikut, Pak! Dia kekasih saya!” Pemuda itu menaiki mobil ambulans yang kemudian meninggalkan tempat itu.
“A-apa … yang terjadi?” Gadis yang sedari tadi membeku melihat pemandangan barusan, tiba-tiba bersuara lemah. Wajahnya terlihat bingung.
Aku … sudah mati?
Di tengah kebingungannya, ia merasakan kehadiran seseorang di sampingnya. Ia menoleh dan mendapati seorang pria berpakaian hitam-hitam sedang tersenyum padanya. Dia membawa sebuah alat menyerupai ponsel di tangannya.
“Sofia?” tanya pria itu. Matanya mengecek sesuatu pada layar ponselnya, untuk memastikan nama gadis di depannya sesuai dengan yang ia baca.
Sofia terkejut mengetahui orang itu bisa melihat dan menyebut namanya. Gadis dengan rambut sebahu itu mengamati sosok tak dikenal yang mengajaknya bicara.
“Ka-kamu siapa? Kok bisa tahu namaku? Kamu bisa melihatku? Orang-orang tadi….” Rentetan pertanyaan meluncur dari mulutnya.
Laki-laki berambut cepak bak tantara itu tersenyum. “Kamu bisa memanggilku Archie. Petugas yang akan mengantarmu ke Tempat Singgah,” jawabnya.
Kedua alis Sofia saling bertaut mendengarnya. “Tempat Singgah?” Ia mengulang kembali kata-kata itu.
Pria dengan mata hitam pekat tanpa cahaya itu tertawa. “Tempat Singgah … kamu akan mengetahuinya nanti.”
Wajah gadis itu masih menampakkan kebingungan, tetapi ia menurut saja saat Archie mengajaknya pergi. Ia menganggap Archie adalah satu-satunya orang yang mengetahui tentang kejadian barusan.