Gerbang Singgah merupakan gerbang yang sangat besar. Tiang besi berwarna emas dan hitam menjulang tinggi di atas kepala. Gerbang itu terbuka ketika Archie mengarahkan ponselnya pada sebuah kotak hitam mirip pemindai di sisi kanan gerbang.
Segera setelah mereka masuk gerbang itu menutup kembali. Sekarang Sofia berdiri di sebuah jembatan transparan yang dibatasi awan di kanan kirinya. Sejauh mata memandang hanya awan putih yang terlihat. Tidak ada matahari atau sumber cahaya, tapi tempat ini sangat terang seperti di siang hari. Sepertinya waktu tidak berlaku di tempat ini.
“Ini adalah Jembatan Singgah yang menghubungkan dunia manusia dengan Tempat Singgah.” Archie menjelaskan.
Sofia mengangguk. Ia pernah mendengar cerita bahwa orang yang mati akan melewati jembatan yang menghubungkan dunia dan akhirat. Dulu ia membayangkan sebuah jembatan panjang pada umumnya yang melayang di udara. Berbeda dengan jembatan yang ia naiki sekarang. Kakinya seolah menapak sesuatu yang datar tapi tak terlihat. Seperti sebuah kaca bening dengan awan-awan di bawah kakinya.
Sofia melihat ada banyak orang yang sedang berjalan ke arah yang sama dengannya. Semuanya berpasangan dengan petugas seperti Archie.
“Orang-orang itu … apa mereka melalui lift yang sama dengan kita tadi?” Sofia heran karena saat melewati gerbang tadi, hanya ada dirinya dan Archie. Sekarang bermunculan manusia-manusia lain di sekelilingnya.
“Iya, jika mereka berada dalam radius yang sama dengan kita. Tiap lift berjarak 10 kilometer, tergantung jarak terdekat mereka.” Archie menjelaskan.
Sofia mengangguk paham. “Ini menuju ke akhirat, ‘kan?” tanyanya lagi.
“Bukan. Ini menuju Tempat Singgah. Semua proses administasi ada di sana.”
Sofia mengangguk. Ternyata dunia setelah kematian pun serupa dengan dunianya dulu.
“Ah, tadi di Gerbang Singgah, ponselmu….” Tiba-tiba Sofia teringat.
“Setiap roh mempunyai nomornya sendiri. Jika memang sudah waktunya dia mati, kode itu yang akan membuka gerbang. Jika tidak, ia harus kembali, karena belum waktunya.”
“Jadi semacam barcode ya,” gumam Sofia yang disambut anggukan Archie.
Setelah berjalan lama, tampak di depan mereka sebuah bangunan yang megah berkilauan dengan warna emas dan putih. Juga tampak permata-permata menghiasi dinding dan tiangnya.
“Ini adalah Tempat Singgah. Silakan masuk.” Archie mempersilakan Sofia masuk, bersamaan dengan pasangan manusia-petugas yang lain.
Ruangan itu sangat luas dan lapang seperti lapangan sepak bola. Roh-roh manusia yang sudah mati didampingi oleh petugas seperti Archie menuju sebuah pintu besar di ujung ruangan. Bergiliran roh-roh itu masuk tanpa pernah keluar lagi. Petugas yang mendampinginya pun satu per satu meninggalkan tempat itu.
Di sisi kiri Sofia terdapat dinding dengan sebuah pintu tertutup yang lebih kecil. Tempat itu sepi tanpa penjaga ataupun roh manusia.
Sofia menoleh ke sebelah kanannya. Ada sebuah meja dengan seorang wanita tua berpakaian putih-putih yang bertopang dagu, tampak bosan karena tidak melakukan apa-apa. Bola raksasa transparan tergantung tinggi di atas kepalanya. Bola raksasa itu berisi jutaan atau bahkan lebih bola-bola yang lebih kecil. Semua bola kecil itu berputar-putar seperti ada mesin yang mengembuskan angin dari bawah. Di atas meja terdapat alat menyerupai jam digital yang menunjukkan deretan angka yang tidak dimengerti olehnya.
“Ayo, kita ke sana.” Archie mengajak Sofia yang masih memandangi tempat asing ini dengan penuh kekaguman. Archie berjalan ke ujung ruangan tempat roh-roh pergi ke Tujuan Akhir.
Sebelum kaki Sofia melangkah lagi, suasana mendadak hening. Suara berisik karena gesekan dalam bola raksasa itu tidak terdengar lagi. Angin yang berhenti berembus membuat bola-bola kecil itu diam di tempat. Deretan angka di atas meja berubah dengan bunyi ‘bip’ keras. Wanita di balik meja itu tersentak.