“Sofia berangkat dulu, Ma!” seru Sofia sambil menggigit sepotong roti bakar dari meja makan.
“Makan yang benar, Sof,” tegur Mama melihat sikap putrinya.
Sofia tertawa. “Nanti Calvin menunggu terlalu lama. Bye, Ma!” Kaki kecil itu membawanya keluar rumah, meninggalkan sang mama yang menggeleng heran.
Gadis SMA itu berjalan riang sambil menghabiskan sarapannya. Di depan sebuah taman, ia berhenti. Kepalanya menoleh ke sana ke mari.
Calvin belum datang ya? gumamnya. Tidak biasanya Calvin belum datang. Sofia memutuskan untuk menunggu kekasihnya sebentar di kursi yang tersedia.
Taman ini adalah tempat pertemuan Calvin dan Sofia. Biasanya Calvin akan menunggu Sofia untuk kemudian berangkat sekolah bersama. Hal rutin yang sudah hampir dua tahun mereka lakukan. Akan memakan waktu lebih lama dan memutar lebih jauh jika Calvin harus menjemput Sofia. Pun rumah Calvin jauh. Taman ini merupakan tempat strategis dan saling menguntungkan bagi mereka. Terkecuali jika malam tiba, Calvin akan mengantar Sofia sampai rumah.
Lima menit Sofia menunggu, tapi sosok kekasihnya tak kunjung datang. Saat ia mencoba menelepon Calvin, yang didengar adalah suara operator. Tak lama, sebuah pesan masuk.
“Sofia, maaf. Kamu harus berangkat sendiri. Aku tidak masuk hari ini. Kepalaku sakit.”
“Ah, kenapa tidak bilang dari tadi,” gerutu Sofia. Bibirnya maju beberapa senti, ketika ia mengetik pesan balasan.
“Maaf, kepalaku sakit sekali. Aku tidak bisa bangun dari tempat tidur. Maaf, ya.”
Gadis itu menghela napas panjang dan membalas, “Baiklah. Kamu istirahat dulu. Nanti aku berikan catatan pelajaran hari ini.”
“Terima kasih. I love you.”
Setelah pesan terakhir itu, Sofia memasukkan ponselnya lalu berjalan menuju halte bus. Tak lama, ia menaiki bus hijau yang berhenti di depannya.
“Sudah lama tidak naik bis, karena selalu bersama Calvin. Jadi aneh rasanya berangkat sendirian.” Sofia duduk di kursi dekat jendela setelah memindai kartu di pintu masuk.
Tanpa kehadiran Calvin membuat hari ini terasa lama bagi Sofia. Calvin adalah dunianya. Segalanya bagi Sofia, dan ia sangat mempercayai lelaki itu.
“Kau bilang, Calvin sakit?” Anna, sahabatnya, bertanya saat Sofia sedang makan siang sendirian.
Sofia mengangguk sambil menyuap nasi goreng. “Dia bilang sakit kepala. Entahlah separah apa sakitnya.” Sofia menjawab dengan mulut penuh.