Sirene ambulans membelah jalanan yang basah karena hujan. Malam yang tadinya lengang, menjadi ramai karena kecelakaan itu. Orang-orang saling berbisik dan menceritakan apa yang mereka lihat.
“Kejadiannya cepat sekali!”
“Aku tak menyangka gadis itu menyeberang tanpa menoleh!”
“Sepertinya habis bertengkar dengan pacarnya.”
“Anak muda zaman sekarang, kenapa masalahnya bisa jadi rumit?”
“Apakah dia meninggal?”
“Pacarnya pasti merasa bersalah. Apalagi orang tuanya.”
“Kalau ini kesalahan si pemuda, ia pasti akan menyesalinya seumur hidup.”
“Malang sekali nasibnya.”
Sementara itu, di dalam ambulans, Calvin dengan wajah cemas menggenggam tangan Sofia yang tidak bergerak. Gadis itu sudah mendapat pertolongan pertama, tapi tidak tampak tanda-tanda ia akan sadar. Detak jantungnya lemah. Darah terus mengucur dari kepalanya.
“Sofia…,” isak Calvin. Ia menatap wajah kekasihnya dengan penuh penyesalan. “Sofia, tolong … tetaplah bersamaku!”
Air mata menetes dari sudut mata pemuda itu saat mengharapkan sebuah keajaiban Sang Pencipta. “Kumohon … bertahanlah….”
Ambulans berhenti di Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit terdekat. Pintu terbuka dan tandi diturunkan. Dengan sigap para petugas yang berjaga mengecek tanda vital sang gadis. Calvin mengikuti di belakangnya.
Tandu itu terus bergerak menyusuri lorong rumah sakit yang remang. Ruang operasi telah disiapkan.
“Anda tidak boleh masuk!” Seorang perawat menahan tubuh Calvin di depan pintu.
Calvin terdiam. Matanya memandang nanar pada pintu yang tertutup. Lampu tanda operasi dimulai menyala di atasnya.
“Aku harus menelepon orang tua Sofia,” gumamnya. Ia mengambil ponsel dan menelepon.
Sebisa mungkin ia menyampaikan berita itu tanpa membuat orang tua Sofia panik. Namun, usahanya sia-sia. Sang ibu yang menerima teleponnya menjerit sebelum suara berat pria mengambil alih komunikasi itu.
Calvin menunggu dengan gelisah. Ia mondar-mandir di depan ruang operasi. Kursi tunggu yang tersedia di sana tampaknya memberi efek kejut padanya. Setiap kali ia duduk, ia langsung berdiri.
“Tuhan, tolong … selamatkan Sofia! Ini semua salahku!” bisiknya kelu.
Derap langkah terburu-buru menggema di koridor rumah sakit yang sepi. Wajah Calvin yang sembap menoleh dan mendapati sepasang pasutri berlari menghampirinya. Kedua orang tua Sofia.