Calvin masih menatap tak percaya pada sosok di depannya. Sosok yang tidak lagi mengisi hari-harinya. Gadis yang telah meninggalkan dirinya tanpa sempat menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Sekarang, dia berada di sini. Mengenakan seragam putih abu-abu, seperti yang terakhir kali ia lihat.
“Sofia…?” Calvin berdiri. “Ini benar kamu, Sofia?” Ragu-ragu tangan Calvin menyentuh bahu gadis itu.
“Iya, ini aku, Sofia,” jawab Sofia. Ia memegang tangan Calvin dan menggenggamnya.
Buru-buru Calvin melepaskan genggaman itu. Kepalanya menggeleng cepat. “Tidak! Ini tidak mungkin! Kamu sudah….” Mata itu menatap Sofia dengan sedih
“Memang sulit dipercaya, tapi ini benar aku Sofia. Kamu melihat kakiku menapak, ‘kan?”
Calvin menunduk. Sepasang kaki bersepatu itu menginjak trotoar. Tangannya tadi hangat. Tarikan napasnya juga terdengar. Segera ia memeluk gadis itu dan menangis di bahunya.
“Maaf! Maafkan aku!” isaknya.
Pelan, Sofia mengusap punggung Calvin dan memperat pelukannya. Ternyata, ia juga merindukan laki-laki itu.
“Tapi … bagaimana ini bisa terjadi?” Calvin melepaskan pelukannya. Ia mengamati seluruh tubuh Sofia. Tidak tampak luka-luka akibat kecelakaan dulu. Bahkan seragamnya pun bersih tanpa noda darah. Gadis itu tampak seperti boneka porselen yang baru.
“Aku tidak bisa menjelaskannya padamu. Anggap saja ini di dalam mimpimu,” kata Sofia.
Calvin mengangguk ragu. “Ba-baiklah. Aku akan menganggapnya seperti itu.”
“Aku di sini, untuk memastikan kebenaran.” Sofia memulai. “Hari itu … gadis itu … siapa?”
Tenggorokan Calvin tercekat. Ia tampak bingung. “Kamu … sudah melihatnya ya?”
“Aku mendapat kiriman fotomu dengan gadis itu, karena itu aku ke rumahmu.” Sofia menelan ludah. “Siapa dia? Sudah berapa lama?”
Terdengar tarikan napas berat dari Calvin. Ia lalu berdiri dan mengulurkan tangan pada Sofia. “Ikut aku. Akan kutunjukkan padamu.”
Sofia terkejut. “A-apa? Menunjukkan apa?”
“Kamu ingin tahu, ‘kan?” Calvin menatap Sofia. “Ikut aku, kalau kamu ingin tahu kebenarannya.”
Sofia melirik Archie yang berdiri di samping pohon. Hanya Sofia yang bisa melihatnya mengangguk.
“Ada apa?” tanya Calvin heran. Ia mencari-cari apa yang dilihat Sofia.
“Tidak ada. Tidak ada apa-apa. Ayo,” kata Sofia lalu berdiri.
Sofia mengikuti Calvin yang ternyata menuju halte bus. Pikirannya berkecamuk. Apa yang ingin ditunjukkan Calvin? Bukankah lebih mudah jika ia hanya bilang iya atau tidak tentang gadis itu?
Calvin menaiki bus berwarna merah yang berhenti di depan halte. Sofia menyusul di belakangnya. Mereka duduk di kursi belakang dekat pintu dalam diam. Sesekali Sofia menoleh pada lelaki di sampingnya. Calvin tidak mengatakan apapun hingga mereka turun dan berjalan dalam kesunyian lagi.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Calvin setelah beberapa lama. “Ah, maaf, aku menanyakan hal bodoh. Kecelakaan itu … tentu saja kamu tidak baik-baik saja. Maaf….” Ia menatap jendela bus.
“Aku justru penasaran bagaimana keadaanmu setelah kejadian itu.” Sofia tahu ini hanya basa-basi saja. Ia sudah tahu, Calvin tidak tampak baik-baik saja. Wajahnya terlihat muram dan kusut.
Calvin menelan ludah. “Mungkin kamu tidak percaya … tapi, aku tidak baik-baik saja. Aku merasa sedih, dan sangat bersalah.”
“Tentu saja kamu harus merasa bersalah, karena kamu telah bermain di belakangku!” Nada suara Sofia mengeras.
Calvin menarik tangan Sofia hingga langkahnya terhenti. “Bukan! Bukan seperti itu!”