“Sudah lega?” tanya Archie setelah mereka keluar dari rumah Sofia. Untuk beberapa saat Archie membiarkan Sofia larut dalam perasaannya.
Gadis itu mengangguk. Ia melirik angka dua pada gelangnya. “Sekarang kita ke mana?” tanyanya.
“Kembali ke toko roti,” jawab Archie memandu langkah Sofia.
“Bukankah kamu bilang ada lift pengantar dalam jarak tertentu?”
“Iya, benar, tapi untuk lokasi kejadian meninggalnya seseorang. Kasus khusus seperti sekarang, kita kembali ke titik awal.
Gadis SMA itu mengangguk. “Aku boleh bertanya lagi?”
Archie menoleh, lalu mengangguk.
“Dari mana asalnya semua Pengantar sepertimu?”
“Aku dulu juga mendapat kesempatan hidup lagi. Tapi, aku melanggarnya.”
Sofia terkejut. “Melanggar peraturan?”
Dalam perjalanan mereka yang masih panjang, Archie menceritakan semuanya. Segala yang terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Saat itu ia bertunangan dengan seorang gadis. Dua minggu sebelum hari pernikahan, Archie mendapat kabar tunangannya berselingkuh dengan sahabat yang akan menjadi pengiringnya. Ia segera menyusul ke tempat mereka berada. Karena dipenuhi emosi, Archie lepas kendali dan kecelakaan. Ia sempat koma selama beberapa hari sebelum akhirnya meninggal.
“Setelah aku meninggal, mereka menikah,” tutupnya.
Sofia tidak bisa berkata apa-apa. Ternyata hidupnya lebih tragis dariku, batinnya sedih.
“Sama sepertimu, aku mendapat kesempatan hidup lagi,” kata Archie. “Tapi, aku menggunakannya untuk membalas dendam.”
Sofia menoleh dan terkejut.
Archie menceritakan ia kabur dari Pengantarnya dan melepas gelang pelacak. Tujuannya adalah rumah sahabat yang kini menjadi suami dari tunangannya dulu.
“Ardi, bagaimana ini?” Seorang gadis tampak panik setelah membaca sebuah surat tanpa nama yang ditujukan padanya.
Laki-laki yang dipanggil Ardi ikut mengamati surat ditangan Santi, istrinya. Isi surat itu sangat tidak masuk di akal. Bagaimana mungkin orang yang sudah mati bisa menulis surat dan mengatakan akan mendatangi mereka?
“Aku ingin bertemu dengan kalian. Sungguh, aku yakin kalian pasti ingin bertemu denganku. Archie.”
Ardi dan Santi saling bertukar pandang. Panik dan bingung. Tidak mengerti apakah ini benar terjadi atau hanyalah sebuah surat kaleng.
“Mu-mungkin, ini ulah orang iseng,” kata Ardi dengan suara bergetar. ia menggenggam tangan Santi berusaha menenangkan, padahal ia juga sama bingungnya.
Tak lama, pintu rumah mereka terbuka. Keduanya ternganga saat melihat si penulis surat benar-benar berdiri di sana.
“ARCHIE!” seru mereka bersamaan. Ketakutan tampak di wajah keduanya.
Archie masuk dengan membawa sebuah pisau. Wajahnya tampak marah. Ia merasa dikhianati oleh dua orang yang ia percaya. Tunangan, dan sahabatnya sendiri.
“Apa yang kamu lakukan dengan tunanganku?!” teriak Archie. “Teganya kalian seperti itu!”