KESEMPATAN KEDUA 2
"Kamu tidak mampir?" Kakek terlihat kecewa. Sudah berkali-kali dia mengajak gadis itu untuk ikut masuk, tetapi Almira selalu menolaknya.
Almira tersenyum canggung. Bukan tidak ingin lagi. Namun dia tidak mau terlibat lebih jauh lagi dengan keluarga Adijaya. Dia tahu diri, juga memahami bahwa kehidupan orang kaya jauh lebih rumit dari kelihatannya. Cukup kakek Hadi saja, jangan ada yang lainnya.
"Kakek, Almira harus pulang," balasnya dengan nada menyesal. "Masih banyak yang harus Almira lakukan di rumah. Mungkin lain kali," imbuhnya, beralasan.
Kakek Hadi mengangguk sedih. Dia paham betul apa yang dikhawatirkan gadis ini. Terkadang, sikapnya yang rendah diri seperti ini membuat kakek merasa tertekan. Kakek lebih suka Almira yang terlihat leluasa, tanpa terbebani oleh perbedaan status di antara mereka. Namun, apa daya. Kakek tidak memiliki kualifikasi untuk memaksakan kehendaknya.
"Baiklah. Kakek mengerti. Masuk dan berhati-hatilah di jalan," katanya akhirnya, meminta Almira masuk ke dalam taksi.
"Jangan khawatir, Kakek. Sampai jumpa lagi Minggu depan." Gadis itu melambaikan tangan sembari tersenyum ceria. Dia bergegas masuk ke dalam taksi, dan mobil itu akhirnya melaju kembali. Meninggalkan vila keluarga Adijaya, yang terlihat seperti sebuah istana.
Jauh di lubuk hati Almira tahu bahwa Kakek Hadi sangat berharap agar dia mau ikut masuk ke dalam istana mewahnya tersebut, meski sekedar mampir saja. Beliau juga sering berkata ingin memperkenalkannya pada semua orang yang ada disana. Kakek Hadi bahkan pernah punya niat untuk memperkenalkan Almira sebagai cucu angkatnya.
"Kakek hanya memiliki satu cucu laki-laki. Cucu perempuan kakek, semuanya tinggal jauh di luar negeri. Kakek kesepian." Begitu keluh kakek. Namun Almira dengan tegas menolaknya.
"Setelah masuk ke keluarga kakek hidup Almira akan seperti burung peliharaan. Selain itu, setiap tindak tanduk Mira juga akan menjadi sorotan. Kakek, Mira tidak suka dikekang. Mira lebih suka kebebasan," ungkapnya.
Dari sana kakek semakin mengagumi sosok Almira. Jika itu gadis lain, kakek yakin mereka akan berlomba-lomba untuk menjilatnya, dan tak akan pernah melepaskan kesempatan yang telah dia berikan.
Bukan apa-apa. Almira hanya sadar diri, sadar akan tempat yang seharusnya. Dia tahu betul bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa. Dia hanyalah seorang yatim piatu, yang bahkan sedari kecil tidak mengenal siapa jati dirinya. Dia hanya seorang gadis yang berusaha ikhlas akan keadaan, dan mencoba berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri. Jika dibandingkan dengan orang-orang di dalam sana, dirinya tak lebih dari remah-remah saja.
Kakek juga sering menceritakan tentang cucu laki-lakinya, yang menjadi kebanggaan keluarga Adijaya. Seorang pria dewasa yang memiliki segalanya, tetapi tidak pernah sekalipun terlibat dengan yang namanya wanita.