Setelah berlalu beberapa menit, Aisyah kembali ke rumah Mira. Dia masih antusias dan penasaran dengan perjalanan hidup Mira.
“Aku sudah selesai Kak. Kak Mira boleh lanjut ceritanya.”
“Tetapi Aisyah masih ingat kan, tadi ceritanya sampai di mana?” tanya Mira, meyakinkan bahwa Aisyah menyimak .
“Hehe, iya dong Kak.”
Mira pun melanjutkan ceritanya.
Entah bagaimana Aisyah menjabarkan perasaannya, dengan semua apa yang telah diceritakan Mira. Perjalanan yang begitu tragis, kebahagiaan yang selama ini ternyata hanya terlihat dari luar, namun setelah menyelam ke dalam, ternyata ada hati yang hancur.
“Tak terasa hampir setahun sudah Kak Mira berpisah dengan mas Bambang. Kak Mira tak pernah lagi mendengar berita tentangnya. Mungkin dia sudah bahagia sekarang, pikir Kak Mira. Namun sebuah kejutan hadir, saat melihat seorang pria yang sangat Kak Mira kenal, berdiri tepat dihadapan Kak Mira saat membuka pintu rumah, beberapa bulan yang lalu.”
“Dik Mira, apa kabar?”
“Aku baik. Mas Bambang apa kabar?”
“Kak Mira sangat kaget melihat mas Bambang datang ke rumah ini. Apa keperluannya denganku, masih adakah urusan yang belum selesai dengan Kak Mira?”
“Silakan masuk Mas?”
“Terima kasih.”
“Ada apa Mas Bambang datang menemuiku?”
“Mas mohon maaf, Dik.”
“Kak Mira kaget, tiba-tiba mas Bambang berlutut.”
“Mas, ada apa? Jangan seperti ini, tidak pantas Mas bersikap seperti ini.”
“Mas menyesal Dik, menyesal sekali. Mas telah melakukan kesalahan yang besar, sangat besar.”
“Ada apa Mas? Mengapa Mas seperti ini? Mas dan istri baik-baik saja, kan?”
“Mas mohon maaf, Dik Mira. Setelah menikah, ternyata Mas juga tidak bisa memiliki keturunan.”
“Memangnya kenapa Mas? Apa Mas sudah ke dokter?”
“Iya Dik, ternyata Mas yang sakit. Mas yang tidak bisa memiliki keturuan, bukan Dik Mira.”
“Mas mandul?”
“Iya Dik. Mas menyesal sekali, kenapa Mas sampai hati membiarkan Dik Mira pergi. Mas menyesal tidak bisa melindungi Dik Mira, saat orangtua Mas memojokkan Dik Mira.”
“Kita tidak perlu menyesali semua yang sudah terjadi Mas. Mungkin, inilah yang terbaik untuk kita semua, dan pasti ada hikmah untuk kita semua.”
“Tetapi, Mas ingin kembali bersama, Dik Mira.”
“Bukannya Mas sudah menikah?”
“Mas Bambang saat ini sendiri Dik. Istri Mas meninggalkan Mas, saat tahu Mas mandul.”
“Ya Tuhan, kasihan sekali mas Bambang. Apa yang bisa Kak Mira lakukan untuknya. Kak Mira tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kak Mira hanya bisa mengucap kalimat ikut berduka atas perjalannya, di dalam hati.”
“Bagaimana Dik Mira, adik mau kembali menjadi Istri Mas, kan?”
“Maaf Mas, tidak bisa.”
“Kenapa Dik, apa Dik Mira tidak bisa memaafkan Mas?”
“Mira sudah maafkan Mas Bambang. Cuma Mira sudah punya orang lain, dan tidak lama lagi kami akan menikah.”