Kesempatan Kedua untuk Saling Menemukan

Jane Lestari
Chapter #9

Bagian 9

 Semoga ide Putri bisa berhasil ya Allah. Aku sangat ingin mengembalikan kebahagiaan kak Rumi empat tahun yang lalu. Aku juga ingin melihat kakakku bahagia.

“Selamat Pagi, PT. Sky Building,” jawab seorang wanita di balik telepon. “Selamat Pagi Mbak,” jawab Putri.

“Ya Mbak, ada yang bisa kami bantu?”

“Mbak mohon informasinya, apa pak Fikri masih bertugas di kantor PT Sky Building?”

“Maaf, kalau boleh tahu kami berbicara dengan siapa?”

“Oh iya, saya Putri salah satu rekan bisnis pak Fikri. Saya tertarik bekerja sama kembali dengan beliau, namun kontaknya tidak bisa saya hubungi.”

“Baik Mbak Putri. Pak Fikri sekarang sudah di kantor Pusat.”

“Apa saya bisa minta kontak beliau?”

“Kami hanya bisa memberi kontak perusahaan saja Mbak.”

“Baik, enggak masalah Mbak. Nomor kontak perusahaan saja.”

“Oke Mbak berikut nomor kontaknya, 5236985.”

“Terima kasih Mbak.”

“Baik Mbak, selamat Pagi.”

“Selamat Pagi,” sahut Putri mengakhiri telepon.

“Kamu hebat,” sanjung Aisyah dan menepuk-nepuk pundak Putri.

“Iya dong. Walaupun aku kalah di kampus, kalau hal begini, kamu bisa andalkan aku,” jawab Putri, dengan senyuman membanggakan diri.

“Terima kasih ya Put.”

“Sama-sama. Kamu ingin kak Rumi bahagia, aku pun sama. Kak Rumi memperlakukanku layaknya adiknya sendiri, ya wajarlah aku juga ingin ikut membahagiakannya.”

“Iya Put, semoga dengan cara ini, kita bisa membahagiakan kak Rumi.”

“Oh ya Syah. Apa kamu enggak capai? Tadi kan kamu baru selesai ujian, kamu enggak istirahat dulu? Besok kita lanjutkan lagi,” tanya Putri.

“Aku ingin secepatnya, Put. Untuk istirahat masih banyak waktu.”

“Jadi bagaimana, aku menelepon langsung ke kantor kak Fikri?”

“Apa kamu siap? Nanti kamu ditanya, kamu mau jawab apa?”

“Jangan khawatir, aku tahu kok mau membicarakan apa. Syah tunggu dulu, atau kita langsung menemui kak Fikri saja, daripada lewat telepon. Kalau langsung bertemu, langsung jelas, kan?”

Ya Allah, Putri berani banget. Terima kasih ya Allah. Mungkin kemarin aku melihat Putri kadang tidak bisa diandalkan, namun pada hal seperti ini, dia ternyata lebih berani daripada aku, gumam Aisyah.

“Tetapi aku tidak tahu mau ngomong apa, Put. Sebenarnya aku belum siap sekarang.”

“Syah, dulu kak Rumi tidak pernah berpikir panjang saat memilih adik dan orangtuanya. Masa kamu sekarang mau nunda-nunda untuk kebahagiaan kak Rumi?”

“Tetapi aku belum tahu mau ngomong apa, Put.”

“Begini, kamu temani aku saja, aku yang bicara. Bagaimana?”

“Kalau kamu siap, aku oke-oke saja. Demi kak Rumi.”

“Oke, kita langsung ke sana. Kita gunakan maps supaya mudah dapat alamatnya.”

“Putri, kamu semangat banget!”

“Iya dong, kalau urusan begini aku semangat. Haha,” tawa Putri pecah. Semangatnya sangat menggebu-gebu.

“Putri, Putri….”

“Ayo kita berangkat sekarang.”

Aisyah mengikuti saja, apa yang ingin dilakukan Putri. Dari kampus mereka langsung menuju kantor Fikri.

Ya Allah, aku tidak berani berharap banyak. Aku tidak tahu apa lagi yang akan aku lakukan jika kak Fikri sudah menikah, harapanku akan sirna, batin Aisyah.

Tak butuh waktu lama, mereka tiba di kantor Fikri.

“Ayo Syah. Kamu jangan tidak semangat begitu,” ajak Putri. “Put, aku grogi lho. Enggak tahu, aku merasa tidak berani.”

Aisyah meragu atas apa yang sedang mereka perjuangkan.

“Kan aku sudah bilang, kamu diam saja. Nanti aku yang bicara, oke!” Putri terus memberikan semangat, dan meyakinkan Aisyah bahwa semua akan baik-baik saja.

Lihat selengkapnya