Ternyata sekian tahun, kak Mira hidup sendiri. Betapa sunyinya rumah ini, gumam Abduh setibanya di kamar.
Dia lantas meletakkan barang-barangnya di kamar. Setelah melaksanakan salat, dia menuju meja makan. Mira telah menunggunya.
“Abe?” panggil Mira, saat Abduh telah duduk di meja makan, tepat di depannya. “Iya Kak. Kak Mira masih ingat saja panggilan kecilku,” jawab Abduh dengan senyuman manis, ditambah lesung pipinya yang menawan.
“Iya dong. Mulai hari ini, Kak Mira panggil kamu Abe ya?”
“Siap, Kak.”
“Ayo kita makan dulu, kamu pasti lapar.”
“Iya Kak. Apalagi masakan Kak Mira persis masakan ibu.”
“Iya dong, anak ibu.”
“Iya deh.”
Abe tersenyum lebar menanggapi ucapan Mira. Dia pun menyantap makan siang yang telah tersedia di depannya.
“Dik, kamu besok sudah ada jadwal ke kampus, kan?”
“Iya Kak.”
“Kamu sudah tahu di mana kampusnya?”
“Belum Kak, rencananya aku baru mau browsing, alamat kampusnya.”
“Begini. Di sebelah itu, ada kak Aisyah. Kebetulan dia kuliah di tempat yang sama dengan kamu dan jurusannya sama. Sebentar Kakak coba tanya, siapa tahu besok dia ada keperluan ke kampus, sekalian kamu ikut, supaya waktu kamu enggak habis di jalan. Kamu bawa mobilnya Kak Mira saja.”
“Oke Kak, terserah Kak Mira saja.”
Abe menurut dengan semua perkataan kakaknya. Mereka pun selesai menyantap makan siang, Mira menuju teras depan sambil menoleh ke rumah sebelah. Entah apa yang sedang dilakukan Mira.
“Kak, boleh aku naik ke kamar dulu? Aku mau istirahat.”
“Iya Be, kamu naik saja.”
Abe menuju kamarnya untuk beristirahat siang.
Perjalanan panjang dari rumah bapak dan ibu selama empat jam perjalanan darat, ditambah dua jam perjalanan udara, membuat tulang belakangnya seperti remuk, sangat merindukan menyentuh kasur dan beristirahat.
Masih di teras, Mira masih sibuk menoleh ke arah rumah sebelah, rumah Aisyah.
Dia tampak mencari keberadaan Aisyah, yang sedari tadi tidak terlihat olehnya.
Setelah beberapa menit berdiri terpaku, dia menekan ponsel dan menghubungi seseorang.
“Assalamu’alaykum, Aisyah.”
“Wa’alaykumussalam, iya Kak?”
“Kamu enggak di rumah?”
“Iya Kak, Aisyah lagi di tempatnya Putri. Ada yang bisa Aisyah bantu Kak?”
“Kak Mira cuma mau bertanya, apa besok Aisyah punya agenda ke kampus?”
“Iya Kak, insyaaAllah besok pagi. Aisyah mau bertemu dosen, menyelesaikan perbaikan skripsi,”
“Boleh enggak, Kak Mira minta tolong?”
“Boleh dong Kak, apa yang bisa Aisyah lakukan?”
“Dik begini. Adik Kakak, Abduh sudah tiba. Besok dia harus ke kampus untuk melengkapi berkas mahasiswa baru. Tetapi dia belum tahu alamat kampusnya. Jadi Kak Mira mau minta tolong, jika Aisyah berkenan. Apa boleh besok, Abduh ikut dengan Aisyah ke kampus?”
“Boleh kok Kak, boleh banget.”
“Tetapi ini enggak merepotkan Aisyah, kan?”
“Iya Kak, tidak repot kok. Masa Kakak Aisyah yang minta tolong dibilang repot?”
“Kalau begitu terima kasih ya, Aisyah.”
“Sama-sama, Kak Mira.”
“Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumussalam,” jawab Aisyah, mengakhiri telepon.
“Syah, siapa yang menelepon?” tanya Putri, setelah Aisyah selesai menerima panggilan di telepon.