Tiba di rumah, tepat azan magrib berkumandang.
Suara azan begitu terdengar jelas di rumah Putri.
Putri bersegera menunaikan salat magrib. Ada yang berbeda sore ini. Ada sesuatu yang menarik Putri untuk melaksanakan salat di masjid, tidak seperti biasanya.
Tiba-tiba ada kerinduan untuk bertamu ke rumah Allah. Sesuatu yang telah berpuluh tahun dia tinggalkan.
“Pa, ada apa dengan Putri?” tanya Fitri, ibunda Putri.
“Kita harus bersyukur, Ma. Putri kini jauh berubah. Alhamdulillah, semoga inilah petanda, putri kita akan semakin dekat dengan Tuhannya.”
Ayah dan ibu Putri, tercengang dengan perubahan sikap sang anak. Setelah perpisahan dengan Andi, hidayah seakan memeluknya erat.
Sejak Putri keluar dari rumah sakit, ayah dan ibunya juga sudah mulai mengurangi aktivitas di luar rumah. Mereka sepakat untuk memberikan waktu lebih untuk putri mereka satu-satunya. Mereka tidak ingin, kejadian tempo hari terjadi lagi.
Rumah saat ini, telah memberikan kenyamanan sebenar-benarnya untuk Putri. Semua yang sempat hilang beberapa tahun, telah kembali.
Rasa syukur tak henti dia hadirkan, atas semua kebaikan Tuhan padanya. Pelahan, dia mulai kembali ke jalurnya. Salat lima waktu tidak pernah lagi dia tinggalkan, niat menutup aurat telah hadir di hatinya. Hanya menunggu waktu, saat niat itu benar-benar berubah menjadi kenyataan.
Salat magrib sore ini tampak sangat ramai.
Setelah diselidik, ternyata akan ada pengajian ibu-ibu kompleks setelah salat magrib nanti. Putri bersyukur bisa hadir, sehingga dia bisa sekalian mengikuti pengajian. Dia ingin belajar banyak hal lagi, dia ingin berubah. Tekad itu telah tertanam kuat di hatinya.
Salat magrib pun dilaksanakan, suara imam terasa begitu indah.
Setiap ayat-ayat yang diucapkan merasuk begitu dalam ke hati setiap jamaah yang hadir. Putri berada di saf paling depan. Air matanya tampak menetes, saat imam memperdengarkan suaranya yang begitu indah. Putri merasa, ayat-ayat suci yang diucapkan, seakan ditujukan untuk dirinya, dirinya yang penuh dosa.
Setelah selesai melaksanakan salat magrib, dilanjutkan dengan pengajian.
Putri mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan di masjid malam ini.
Setelah pengajian, Putri melanjutkan dengan mengikuti salat isya berjamaah. Ketenangan hati sangat dirasakannya berada di rumah Allah. Ketenangan yang bahkan sempat hilang dari kehidupannya. Ketenangan yang begitu sangat dirindukannya.
Setelah salat isya, satu per satu jamaah meninggalkan masjid. Putri pun melipat sajadahnya dan meninggalkan masjid.
Baru beberapa langkah dari tempatnya tadi menunaikan salat, tepat di depan pintu masjid, seseorang terdengar menegurnya, menyebut namanya.
Sontak, Putri menoleh ke arah suara yang sangat jelas menyebut namanya.
“Pak Ba—im,” ucapnya, melihat sosok yang ada di depannya.
Sosok yang selalu membuat jantungnya berdetak kencang, seseorang yang selalu membuat pipinya merah merona.
“Kamu tinggal di sini, Put?”
“Iya Pak,” jawab Putri, menundukkan pandangannya.
Dia tidak pernah berani menatap lama, sosok yang ada di depannya itu. Dia takut tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Kamu cantik lho Put, memakai hijab. Tuh, lihat. Ya, siapa tahu setelah ini, kamu juga bisa menutup aurat, ya,” puji Baim, melihat Putri menggunakan mukenah. Penampilan yang sangat berbeda dengan keseharian Putri di kampus.
Putri hanya tersenyum walaupun tidak bisa menyembunyikan merah yang memancar jelas di pipi putihnya.
Setelah beberapa obrolan, Baim pamit, sedangkan Putri masih saja berdiri terpaku di teras masjid.
Dia tampak tidak percaya, bertemu dengan orang yang sangat dikaguminya di kampus.
Pak Baim.
Putri terus saja bergumam, senyum-senyum sendiri dalam perjalanan pulang.
Senyumannya terus merekah, mengingat setiap kalimat yang diucapkan Baim. Pesona dosennya itu, selalu membuat jantungnya tidak bisa menyesuaikan diri.