“Pak Rayhan mau melamarku.”
Tersentak!
“Melamar? Ya Allah, Aisyah kok kamu enggak pernah cerita?”
“Kan, ini aku sudah cerita.”
“Sejak kapan kalian dekat?”
“Sebenarnya kami enggak pernah dekat. Hampir setahun aku kerja di kantor kak Rumi, dia selalu berusaha mau dekat, dia langsung bilang begitu.”
“Memangnya dia orangnya, bagaimana sih?”
“Sebenarnya kami nyambung, kami punya banyak kesamaan”.
“Tetapi dia masih single, kan?” sambung Putri.
“Iyalah Put, masa aku mau membuka hati dengan orang yang sudah punya keluarga!”
“Membuka hati? Jadi kamu sudah ada hati dengan dia?”
“Kamu Put, jago banget mancingnya.”
“Syah, aku sahabat kamu. Aku sangat kenal kamu. Kamu tidak pernah membuka hati ke siapa pun. Jadi aku terkejut, saat kamu bilang barusan, membuka hati!”
“Ya, aku baru mencoba membuka hati.”
“Aku sangat terkejut lho, Syah. Aku ingat, kamu dulu orangnya sangat menjauhi yang namanya jatuh cinta, apalagi berpikiran untuk menikah. Tetapi sekarang semuanya berbeda.”
“Ya aku juga enggak tahu Put, pak Rayhan berbeda. Aku baru dalam status mempertimbangkan banyak hal, sebelum memberikan jawaban ke dia.”
“Kenapa enggak jujur ke kak Rumi?”
“Aku masih ragu dan takut, Put.”
“Kok takut? Kak Rumi itu sangat menyayangimu, Syah. Mana mungkin kak Rumi akan marah dengan kebahagiaan adiknya?”
“Put kamu ingat, aku masih punya satu tugas yang belum kuselesaikan.”
“Tugas?”
“Iya. Kebahagiaan kak Rumi.”
“Tetapi namanya jodoh enggak bisa kita paksakan, Syah.”
“Put, kebahagiaan kak Rumi masih menjadi prioritasku sekarang. Aku merasa berat hati jika tidak menuntaskan tugasku.”
“Syah, persoalan jodoh, Allah yang punya kuasa. Kita hanya bisa berdoa untuk kak Rumi, semoga Allah memudahkan kebahagiaan untuknya.”
“Iya Put, semoga Allah memberikanku jalan terbaik, jalan yang harus kutempuh.”
“Syah sudah dulu ya. Kamu pasti sudah lelah banget, besok kamu mau ke kantor lagi. Terima kasih ya untuk waktunya malam ini.”
“Akulah yang terima kasih Put, kamu sudah menjadi pendengar setiaku.”
“Sama-samalah kalau begitu. Selamat beristirahat Aisyah, Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumussalam, Putri.”
Percakapan kedua sahabat itu pun berakhir. Aisyah sangat bersyukur pada, karena Putri begitu berubah saat ini. Aisyah kini memiliki seorang sahabat yang bisa menjadi pendengarnya. Terasa bebannya menjadi lebih ringan setelah bercerita dengan Putri.
***
Rumah Putri
Saat Putri tengah terlelap, ponselnya tiba-tiba berdering. Dengan mata setengah terbuka, dia melihat ternyata panggilan dari Dinda.
“Assalamu’alaykum?” jawab Putri, setengah sadar.
“Wa’alaykumussalam Put. Kamu sudah tidur ya?”
“Nyaris, tetapi karena aku melihat sahabat tercantikku yang menelepon, aku batalin deh tidurnya,” jawab Putri, berusaha menormalkan diri.
“Ehm, kok malah kamu jadi suka gombal sih? Sering dapat gombalan ya, haha.” Tawa Dinda pecah, membalas godaan Putri.
“Enggaklah Din. Sekarang aku tidak dekat dengan siapa pun. Aku mau fokus ke masa depan dulu.”
“Alhamdulillah, kamu berubah banget Put. Aku seakan berbicara dengan sosok yang berbeda.”