Kesempatan Kedua untuk Saling Menemukan

Jane Lestari
Chapter #16

Bagian 16

Setelah magrib, semuanya telah bersiap-siap, sangat rapi.

“Syah, lho kok kamu tampak seperti enggak mandi seharian?” tegur Rumi, saat melihat Aisyah masih dengan penampilan yang sama.

“Kak Rumi! Ngapain sih?” sahut Aisyah, dongkol.

Aisyah mulai merasa bosan dengan permainan yang sedang dimainkan kakaknya.

“Kamu ganti baju Adikku sayang, jangan bikin malu Kakak dong. Atau perlu Kakak yang gantikan bajunya?”        

“Apa sih Kak Rumi, aku bukan anak kecil!” kesal Aisyah.

Dia pun berlari menuju kamar mengganti pakaian. Dengan perasaan yang sangat tidak enak, dia berusaha tetap menghargai perintah Rumi. Dia merasa diperlakukan seperti anak kecil, hari ini.

Beberapa menit berlalu, Aisyah sudah kembali menemui kakaknya.

Alhamdulillah, begitu dong. Sekarang kan, baru tampak Aisyah yang sebenarnya,” lanjut Rumi, saat Aisyah tampak berpakaian lebih rapi.

Aisyah hanya diam. Dia jenuh menghadapi sikap kakaknya yang sedari tadi tidak bosan mengejeknya. 

Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh malam, namun acara belum juga dimulai.

Aisyah semakin gelisah.

Semua telah berkumpul di ruang tamu.

Rumi terus mengecek ke halaman depan, seperti ada yang sedang ditunggu kehadirannya.

Akhirnya, sebuah kendaraan berhenti tepat di depan rumah. Aisyah terus mencoba mencari petunjuk, namun dia tidak bisa melihat dengan jelas.

“Dia yang ditunggu-tunggu, akhirnya tiba,” ucap Putri.

Aisyah cuek, tidak mau menanggapi ucapan Putri.

“Silakan duduk Pak, Bu,” sambut Rumi.

Siapa ya mereka? Aku masih saja belum bisa menebak, ada apa ini? Apakah kak Rumi akan lamaran atau apakah?

“Mari Pak!” lanjut Rumi, mempersilahkan seseorang yang belum terlihat jelas karena dia berjalan di belakang Rumi.

“Aisyah!”

Aisyah tersentak, Rumi menepuk pundaknya.

Dia mulai memperhatikan dengan jelas, semua orang yang telah ada di ruang tamu. Akhirnya matanya tertuju pada sosok yang sangat dikenalnya.

Pak Rayhan! Ya Allah, ada apa ini?

Hatinya terguncang hebat melihat sosok Rayhan. Pikirannya semakin berkelana mencari jawaban atas semua pertanyaan yang tiba-tiba menyerangnya.

“Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak, Ibu serta Pak Rayhan.”

Rumi membuka pembicaraan.

Raut wajah Aisyah, semakin menunjukkan ketegangan. Jantungnya berdegup kencang.

“Syah, kamu kenapa tegang sekali? Ini sesuatu yang baik, kamu tenang saja,” bisik Putri.

Aisyah semakin gelisah, mukanya pucat.

“Saya sudah menyampaikan maksud kedatangan Pak Rayhan beserta orangtua, kepada orangtua kami. InsyaaAllah kami dengan tangan terbuka sangat menghargai niat Pak Rayhan,” lanjut Rumi.

Niat baik? Ada apa ini? Pak Rayhan mau melamar? Melamar siapa? Jika dia melamarku, mana mungkin aku tak tahu apa-apa? Ataukah melamar kak Rumi? Astagfirullah? Ampuni aku Ya Allah.

Lagi-lagi perkataan Rumi semakin menancapkan ketegangan yang hebat di hati Aisyah.

“Baiklah Pak Rayhan, saya selaku wakil dari keluarga, mempersilahkan Pak Rayhan dan keluarga, menyampaikan maksud kedatangannya malam ini.”

Bismillahirrohmanirrohim, sebelumnya saya dan keluarga mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan atas kedatangan kami. Melanjutkan pembicaraan saya dengan Rumi kemarin, saya bermaksud meminang Aisyah, menjadi istri saya.”

Meminangku?!

Aisyah melihat ke sekelilingnya, mencoba memastikan apa yang didengarnya.

“Saya memohon maaf Syah, jika sebelumnya tidak menyampaikan tentang malam ini. Tetapi kalau Aisyah masih ingat, saya sudah pernah mengutarakan niat saya ini. Tetapi Aisyah menjawab, tidak bisa memberikan jawaban sebelum ada izin dari kak Rumi. Jadi setelah mengumpulkan keberanian, saya langsung menemui Rumi menyampaikan niat baik saya dan Alhamdulillah beliau setuju.”

Lihat selengkapnya