Kesempatan Kedua untuk Saling Menemukan

Jane Lestari
Chapter #19

Bagian 19

Pikiran Putri kemudian menjelajah lebih jauh, dia ingat perkataan sang ibu pagi tadi di meja makan. Ingin mengenalkannya dengan anak tante Sarah.

Anak tante Sarah? Siapa? Kak Ahmad bukannya sudah punya pilihan? Saudara laki-laki Dinda, kan, cuma kak Ahmad? Ya Allah, apa lagi ini?

“Kamu kenapa? Kok jadi stres begitu?”

“Enggak Bu,” jawab Putri, menyembunyikan perasaannya yang kembali dirundung kekhawatiran.

Beberapa saat berlalu dalam hening, mobil Putri akhirnya sampai di depan butik Cantik, milik keluarganya.

Pikirannya masih saja terus bekerja keras, dia semakin tidak bisa mengendalikan hatinya.

“Ibu, atau aku enggak usah bertemu dulu dengan anaknya tante Sarah, ya. Putri belum siap.”

Ibunya tertawa keheranan, “Kok tidak siap? Memangnya mau ngapain? Ibu cuma mau ngenalin kalian. Tante Sarah juga mintanya begitu."

Putri semakin tertekan dan gelisah dengan jawaban ibunya. Saat jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi, terlihat sebuah mobil berhenti di halaman butik.

Putri yang sedari tadi tidak tenang dan tidak pernah diam, terkesiap melihat mobil yang berada tepat di depan matanya.

Mobil yang sangat akrab baginya.

Siapa?

Putri terus menggigit kuku-kuku jarinya, tampak gelisah yang tak terkendali.

Dia berbalik badan dan menuju lantai dua butik, dia berusaha menghindar. Dia berusaha mencari kesibukan, agar dia bisa mengendalikan kegelisahannya.

Assalamu’alaykum, Fitri cantik,” ucap Sarah, memasuki butik.

Wa’alaykumussalam, Sarah cantik,” sahut Fitri, sambil melabuhkan ciuman di pipi sahabat karibnya itu.

Perasaan Putri semakin tidak tenang, jantungnya berdetak semakin kencang, saat mendengar keberadaan Sarah.

“Ini anakmu ya?” sapa Fitri, ke pria muda yang datang bersama Sarah.

“Iya Mbak. Ganteng, kan?”

Pria muda itupun menyapa, dia bersikap sangat ramah, sambil mencium tangan Fitri.

“Anakmu di mana, Fit? Katanya mau dikenalin,” tanya Sarah, saat sadar ketidakhadiran Putri.

“Oh ya, dia tadi di sini. Kamu duduk dulu, aku panggilin.”

Fitri menuju ke lantai dua untuk mencari Putri. Dia akhirnya menemukan Putri duduk di dalam ruang desain.

“Putri, ngapain kamu di sini? Itu tante Sarah sudah ada di bawah. Ayo turun!” perintah Fitri. “Bu, nanti saja ya. Putri enggak enak badan.”

Putri mencoba mencari alasan untuk menghindar.

Ehm, kamu alasan saja.”

Tanpa memedulikan perkataan Putri, Fitri pun menarik tangan anaknya menuju lantai bawah.

Ya Allah, batin Putri, pasrah.

Putri terus meminta kekuatan, dia merasa tidak bisa menutupi kegelisahannya. Senyum Sarah merekah saat melihat kehadiran Putri. Namun, senyuman itu tiba-tiba berubah menjadi ekspresi keheranan.

Dia seakan mengingat sesuatu, “Fit, ini anak kamu?” tanyanya.

“Iya Sar. Memang kenapa?”

“Bukannya dia Putri, sahabat Dinda?” Sarah memastikan.

Tawa Fitri pecah, “Iya kamu benar, Sar. Tadi, aku juga baru tahu, saat Putri mendengar nama kamu.”

“Ya Allah, ternyata anak ini. Anak yang dulu selalu aku puji kecantikannya.”

Sarah terus saja tersenyum, sambil menatap Putri, yang hanya diam, tak kuat mengangkat wajahnya.

Dia lantas memeluk Putri dan memuji, “Kamu tambah cantik, Nak.”

Putri tersenyum, sangat berat.

Lihat selengkapnya