Rumah Sakit
Tampak Aisyah begitu semangat mengurusi kebutuhan suaminya. Terlihat kasih sayang dan ketulusannya yang begitu besar pada Raihan. Di tengah kesibukannya merapikan pakaian Rayhan, terdengar dering telepon dari kakaknya, Rumi.
“Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumussalam, iya Kak?”
“Bagaimana kabar Rayhan, Syah?”
“Kata dokter, besok sudah bisa pulang, Kak.”
“Alhamdullilah. Kak Rumi sangat bahagia mendengarnya. Jadi kalian rencana balik ke mana?”
“Mas Rayhan setuju, untuk sementara ke rumah Kakak? Boleh kan, Kak?”
“Apa enggak apa-apa, Syah?”
“Tidak dong, Kak. Aisyah sudah berdiskusi dengan mas Rayhan. Mas Rayhan juga mengerti, Aisyah belum bisa jauh dari Kak Rumi.”
“Kalau Kak Rumi sih enggak masalah.”
“Terima kasih, Kak.”
“Kok malah terima kasih. Kakak kan, masih Kakak kamu. Sudah tugas Kakak selalu ada untuk adiknya.”
“Terima kasih ya, Kak.”
“Iya, besok kabari Kakak lagi, ya?”
“Iya Kak, insyaaAllah.”
“Oke, Assalamu’alaykum.”
“Wa’alaykumussalam,” jawab Aisyah mengakhiri telepon.
Rayhan sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Aisyah.
“Jadi bagaimana?” tanya Rayhan. “Alhamdulillah Kak Rumi setuju, Mas.”
“Alhamdulillah. Apa pun akan Mas lakukan, asal bisa membuat istri Mas bahagia.”
“Terima kasih ya, Mas.”
Aisyah mendekap erat laki-laki pilihan Allah untuknya.
“Syah, betapa beruntungnya Mas.”
“Kenapa, Mas?”
“Mas mendapatkan anugerah terbaik dalam hidup, Allah menganugerahkan wanita terbaik untuk, Mas.”
“Alhamdulillah. Semoga Allah senantiasa memberkahi pernikahan ini.”
“Amin.”
“Mas, masuk kantornya kapan?” sambung Aisyah.
“Kalau sudah sehat sepenuhnya, Mas langsung ke kantor bersama kamu, Sayang.”
“Mas, boleh Aisyah bertanya?”
“Silahkan Sayang. Mas siap menjawab.”
“Mas, kenapa milih Aisyah? Aisyah kan, orangnya cuek kalau di kantor. Selalu menyebalkan, kalau Mas ajak ngobrol. Kok malah senang sama Aisyah?”
“Mungkin inilah yang namanya takdir, Sayang. Sejak dulu, Mas tidak pernah jatuh cinta. Mas hanya fokus kuliah, kemudian kerja, karena ayah dan ibu masih menjadi prioritas Mas. Tetapi tiba-tiba kamu bergabung di kantor.
“Entah, pandangan pertama, kamu langsung membuat Mas jatuh hati. Justru sikap kamu itu, semakin membuat tekad Mas semakin kuat. Sebenarnya di awal, Mas sudah ngobrol dengan kak Rumi. Tetapi waktu itu, kak Rumi bilangnya tergantung Aisyah. Barulah yang kedua kalinya, kak Rumi izinkan Mas datang melamar kamu.”
“Berarti, kak Rumi sudah tahu sejak lama?”
“Iya, kak Rumi sudah tahu. Tetapi dia tidak mau terlalu jauh mencampuri masalah hati adiknya. Kata kak Rumi, Mas harus buat Aisyah dulu jatuh hati, dan menyukai Mas, barulah kak Rumi akan membuka pintu untuk Mas, datang melamar Aisyah.”
“Aisyah sangat menyayangi kak Rumi, Mas. Aisyah sedih harus meninggalkan dia sendiri.”
“Iya itulah sayang, untuk sementara kita temani dulu kak Rumi. Mas akan lakukan apa pun agar istri Mas bahagia.”
“Terima kasih ya Mas, Aisyah sangat beruntung.”
Aisyah kembali memeluk suaminya. Betapa beruntungnya aku ya Allah, batinnya.
***
Waktu kembali berjalan di jalurnya, kembali normal seperti sebelumnya.
Akhirnya Rayhan keluar dari rumah sakit.
Sepekan setelah pernikahan, akhirnya Aisyah dan Raihan bisa merasakan kebebasan, tidak terbelenggu oleh pintu-pintu rumah sakit.
“Alhamdulillah, selamat datang pengantin baru,” sambut Rumi, saat Aisyah dan Rayhan telah tiba di rumah. “Terima kasih ya, Kak,” ucap Aisyah. “Terima kasih, kak Rumi,” sambung Rayhan.
Rayhan tak lupa mengucapkan terima kasih, atas sambutan hangat Rumi.
“Kok, sekarang panggil kakak juga sih Rayhan, aku jadi tua banget,” sahut Rumi, tersenyum lebar. “Ya, aku bagusnya panggil apa dong? Sedangkan Aisyah panggilnya kak Rumi.”
“Enggak masalah ya, kak Rum. Supaya aku dan mas Rayhan tetap merasa aman, ada Kak Rumi selalu bersama kami,” ujar Aisyah.