Kesempatan Kedua untuk Saling Menemukan

Jane Lestari
Chapter #24

Bagian 24

Kadang terdengar suara teman-teman kantornya bercanda, “Ini sudah jadi kantor keluarga kamu, ya, Syah?”

Kalimat yang semakin hari tak lagi bisa dianggap biasa oleh Aisyah. Yang akhirnya membuatnya mempertimbangkan kembali keberadaannya di kantor yang sama dengan kakak dan suaminya.

Lagi, perjalanan hidup tak pernah berhenti di satu titik.

“Mas, bagaimana kalau Aisyah pindah kerja saja?”

Lho, kok mau pindah kerja?”

“Aku enggak nyaman, Mas. Sekantor sama suami sendiri, aku risih jadinya.”

“Kok, begitu sih, Sayang? Kan kalau sekantor dengan suami sendiri, kamu bisa melepaskan rindu setiap saat.”

“Mas, aku serius! Tolong deh, jangan selalu bercanda.”

“Siapa yang bercanda, Sayang. Mas serius. Kenapa kamu risih, apa ada orang yang menyakiti kamu di kantor?”

“Enggak ada sih Mas, cuma aku risih saja.”

“Terus kalau mau pindah kerja, mau kerja di mana?”

“Dulu, kak Mira pernah menawarkan kerja di kantornya. Cuma saat itu, enggak enak sama kak Rumi kalau langsung pindah kerja. Tetapi kalau sekarang, mungkin ini saatnya, Mas.”

“Mas, jadi jauh dong sama istri Mas yang cantik ini.”

Aisyah menghela napas. Sikap Rayhan yang terus saja menghujani dengan kata-kata manis, justru malah membuat tidak nyaman.

“Mulai deh. Kan di rumah, Mas sepuasnya dengan Aisyah, mau ngapain saja bisa.”

“Ngapain saja? Yakin?”

“Sudah deh Mas, saat serius masih saja begitu. Jadi bagaimana, Mas kasih izin atau tidak?” pinta Aisyah, penuh harap.

“Oke. Kalau dari Mas, yang penting istri Mas nyaman dan bahagia, apa pun Mas akan dukung. Tetapi, harus izin sama kak Rumi juga, ya?”

 “Kalau kak Rumi sudah setuju. Kemarin Aisyah sudah ngobrol, dan minta pendapat kak Rumi.”

“Wah, ternyata sudah bergerak duluan.”

“Iya, Mas. Tapi tetap juga, Aisyah minta pendapat dan izin dari suami tercinta, kan?”

“Iya deh, sayangnya Mas, cintanya Mas. Kamu saja. InsyaaAllah, Mas akan mendukung, apa pun yang terbaik untuk kamu, Sayang.”

“Terima kasih, Mas Rayhan.”

Aisyah melabuhkan pelukan ke dada bidang suaminya.

Betapa bersyukur dan beruntungnya aku, mendapatkan suami yang sangat mengerti dan memahami istrinya.

“Mas, aku ke tempat kak Mira dulu, ya?” lanjut Aisyah. “Mas ditinggalin?”

“Ya Allah, sebentar saja kok Mas.”

“Jangan lama-lama ya, Sayang.”

“Iya, Masku sayang, sebentar saja. Aisyah cuma mau konfirmasi pekerjaan.”

“Oke, Sayang.”

“Terima kasih Mas, tersayangku.” Aisyah mengecup pipi Raihan, lantas menuju ke rumah Mira.

Beberapa langkah keluar dari rumah, Mira tampak berdiri di halaman depan rumahnya.

“Aisyah,” sapa Mira. “Iya, Kak.”

“Mau ke mana?”

“Mau bertemu Kak Mira.”

“Ayo masuk, Syah.”

Aisyah mengikuti langkah Mira, masuk ke dalam rumah.

Assalamu’alaykum,” sebut Aisyah.

Wa’alaykumussalam, duduk Syah. Kak Mira ganti baju dulu, ya?”

“Iya Kak.”

Abduh keluar dari kamarnya.

Tercengung!

“Ada Abduh. Abduh, bisa menemani Aisyah dulu? Kakak mau ke kamar, sebentar saja.”

“Iya, Kak,” jawab Abduh.

Wajahnya pucat, jantungnya kembali berdetak, tak beraturan. Tanpa sengaja, dia mengelus dadanya seperti berusaha menenangkan gejolak hatinya.

Mira menuju kamarnya, meninggalkan Aisyah berdua dengan Abduh.

“Apa kabar, Aisyah?”

Abduh berusaha menyapa, dengan sisa kekuatan yang dia miliki. Luka yang sudah mengering, tiba-tiba kembali menyapa.

Alhamdulillah, baik. Abduh kuliahnya gimana?”

Lihat selengkapnya