Betapa bahagianya hatiku ya Allah. Aku bisa mengantarkan kakakku tersayang ke jenjang pernikahan. Aku tak lagi khawatir, dia sendiri dan kesepian. InsyaaAllah, ini jalan terbaik untuk kami. Amin.
“Jadi, Kakak sudah kabari ayah dan ibu?”
“Besok, Kakak rencana memberi kabar.”
“Aisyah siap, jadi apa pun, di acara pernikahan Kakak nanti.”
“Kok jadi apa pun, ya tetap jadi adik Kakak, dong. Cukup mendampingi Kakaknya.”
Aisyah kembali memeluk Rumi.
Ada bahagia, namun, juga ada sedikit rasa kehilangan. Dia mungkin akan kehilangan kakaknya setelah menikah. Tetapi, dia sadar tak mungkin menjaga egonya, tanpa memikirkan kebahagiaan kakak, yang sangat menyayanginya.
“Aisyah sangat bahagia, Kak. Ini impian Aisyah, bisa mendampingi Kak Rumi bertemu dengan seseorang yang akan menjaga Kak Rumi, selamanya.”
“Terima kasih, ya, Adikku.”
Beberapa menit berlalu, Aisyah kembali ke kamar. Kekasih hatinya sedang tertidur lelap. Aisyah memandanginya begitu dalam.
Betapa bahagianya aku mas, memilikimu. Jika aku bisa meminta waktu berhenti sejenak, aku ingin terus memandangi wajahmu, yang penuh kasih sayang ini. Aku sangat mencintaimu, mas.
Aisyah menggenggam tangan Rayhan dan mengecupnya lembut.
“Sayang?” Rayhan terbangun.
“Iya, Mas. Maaf Aisyah sudah mengganggu tidur, Mas Rayhan.”
“Kamu kenapa? Kok, matanya sembab begitu?”
Rayhan bangun dari tidurnya, dan duduk tepat di hadapan Aisyah.
“Kamu kenapa Sayang? Coba cerita ke Mas,” pinta Rayhan. “Aisyah cuma bahagia saja.”
“Kok bahagia matanya begitu? Aisyah baru menangis, ya?”
Aisyah memeluk suaminya.
Hatinya bergejolak dahsyat. Dia bahagia memiliki Rayhan, namun dia sangat takut berpisah dengan kakaknya. Air matanya kembali mengalir.
“Aisyah, kenapa?” tanya Rayhan lembut, sambil menghapus bulir-bulir air mata yang terus mengalir di pipi istrinya.
“Mas….”
“Kamu kenapa sayang? Apa yang bisa Mas lakukan?”
“Aisyah hanya ingin dipeluk saja.”
“Ini kan sudah dipeluk? Coba cerita ke Mas, sebenarnya ada apa?”
“Kak Rumi akan menikah.”
“Alhamdulillah. Kok sedih, itu kan, kabar bahagia?”
“Aisyah takut kehilangan, kak Rumi.”
“Sayang, kamu kan pernah bilang, mau melihat kak Rumi bahagia. InsyaaAllah, ini salah satu cara untuk membuatnya bahagia. Kan, Mas akan selalu ada untuk Aisyah. Jangan sedih-sedih lagi ya? Mas juga sedih, kalau kesayangan Mas, sedih seperti ini.”
Rayhan kembali mengecup kening istrinya.
Aisyah benar-benar merasa berbeda, saat berada dalam pelukan suaminya. Dia selalu merasa nyaman dan aman.
“Sayang, Mas sangat menyayangi Aisyah. Mas, akan memberikan seluruh hidup untuk membahagiakan Aisyah. Aisyah tidak akan kekurangan apa pun. Itu janji Mas Rayhan.”
“Terima kasih, ya, Mas. Semoga Allah senantiasa melindungi keluarga kita.”
“Yuk tidur Sayang, ini sudah larut. Mas, juga sudah mengantuk berat.”
Rayhan kembali membaringkan badannya. Matanya tampak lelah, menahan kantuk.
Aisyah kemudian berbaring tepat di samping suaminya.
Saat Raihan sadar, Aisyah telah berada di sampingnya, dia langsung menyandarkan kepalanya tepat dalam pelukan Aisyah.
“Mas, kok posisinya seperti ini?”
“Mas ingin dipeluk kamu, Sayang.”
Aisyah tersenyum, menanggapi sikap manja suaminya. Dia membelai rambut halus Rayhan, pelan.
Entah mengapa mataku begitu enggan beristirahat malam ini. Kabar pernikahan kak Rumi justru membuatku merasa berbeda dan tidak tenang.