Kesempatan Kedua untuk Saling Menemukan

Jane Lestari
Chapter #27

Bagian 27

Putri dan Mira kembali saling bertatapan. Aisyah menyangka Abduh adalah Rayhan, suaminya.

“Mas Rayhan kok di situ, sudah enggak sayang lagi, dengan Aisyah?” sambung Aisyah.

“Kak, bagaimana?” bisik Abduh ke Mira.

“Enggak apa-apa, Dik. Niatkan hanya untuk memulihkan kondisi Aisyah. Kamu mendekat ke sana,” perintah Mira,

Abduh mendekat ke Aisyah, walaupun hatinya merasa sangat bersalah.

Takut, jika tindakannya, akan semakin membuat Aisyah terluka. Dalam diam, dia masih menaruh cinta yang besar pada Aisyah, yang semakin hari justru semakin tumbuh. Walaupun begitu, dia juga sangat berduka atas kematian Rayhan.

“Mas, Aisyah kangen banget. Kenapa Mas Rayhan tega meninggalkan Aisyah?” Tiba-tiba, Aisyah memeluk Abduh, sangat erat.

“Kak, bagaimana?” Putri ikut panik dengan sikap Aisyah pada Abduh.

“Nanti kita bicarakan kembali. Setidaknya, kita memberikan sedikit kebahagiaan untuk Aisyah. Agar dia kembali punya harapan,” ucap Mira.

Ya Allah ampuni aku, tidak sedikit pun niatku untuk berbuat seperti ini. Aku memohon ampun pada-Mu, ucap Abduh dalam hati, menyambut pelukan Aisyah.

“Mas Rayhan jangan pergi-pergi lagi, ya? Aisyah tidak mau berpisah dengan Mas Rayhan.”

“Iya Syah. Mas enggak akan ke mana-mana,” jawab Abduh, mencoba menenangkan Aisyah.

“Kak Mira, Aisyah sudah mau balik ke rumah. Kak Mira tanya ke kak Rumi, ya? Aisyah sudah bosan di rumah sakit. Lagian, Mas Rayhan juga sudah kembali.”

“Baik, Sayang. Nanti Kak Mira sampaikan ke Kak Rumi, ya?”

 Putri dan Mira kembali bertatapan.

“Syah, bisa Mas ke musala dulu? Mas belum salat zuhur?”

“Kok, Mas Rayhan berubah? Kemarin panggil Aisyah, Sayang. Kenapa sekarang enggak panggil sayang lagi?” sela Aisyah.

 Ya Allah ampuni hamba, Abduh semakin merasa bersalah.

“Iya Sayang, ya, Mas salat dulu.”

“Jangan lama-lama ya, Mas? Aisyah menunggu di sini.”

“Iya Sayang, Mas janji.”

“Kak Mira juga ikut ke musala ya, ada Putri yang menemani Aisyah,” sambung Mira. “Iya, Kak,” jawab Aisyah.

 Menelusuri jalan menuju musala, hati Abduh semakin tak tenang.

Ya Allah, mengapa hal ini terjadi padaku? Aku sangat mencintai Aisyah, tetapi aku tidak ingin menyakiti hatinya seperti ini. Memberikan kepalsuan yang jelas-jelas tidak akan ada.

Aku sangat mencintainya, tetapi aku tidak ingin memanfaatkan keadaannya yang seperti ini. Aku tidak ingin menjadi orang lain di hatinya, aku ingin menjadi Abduh.

“Abe?”

“Iya Kak.”

“Kakak minta tolong. Untuk sementara, kamu bisa menjadi Rayhan di depan Aisyah. Sampai kondisi psikisnya kembali normal.”

“Kak, tetapi aku merasa sangat bersalah. Aisyah itu bukan mahram Abe, Kak. Tadi itu sudah pelukan, aku merasa sangat berdosa. Aku tidak ingin menyakiti Aisyah!”

InsyaaAllah, niat kita bukan ke situ, Dik. Kakak pun, memohon ampun kepada Allah atas apa yang terjadi ini.”

“Tetapi aku tidak bisa seperti ini terus, Kak. Kita tidak pernah tahu, kapan kondisi Aisyah bisa pulih kembali.”

“Bukannya kamu sangat mencintai Aisyah? Lakukanlah demi Aisyah.”

“Tetapi aku berat untuk bersentuhan, sedang belum ada ikatan halal, Kak. Aku takut, itu dosa!”

“Kakak juga masih bingung. Nanti Kakak coba bicara dengan Rumi, ya. Jika ini yang terbaik untuk kondisi Aisyah, kita akan lakukan apa pun.”

Ya Allah, semoga Rahmat dan Petunjuk-Mu ada untuk kami. Jangan Engkau biarkan kami, terjerumus dalam liang penuh dosa, doa Abduh.

Selepas menyelesaikan salat zuhur, Mira dan Abduh kembali ke kamar perawatan Aisyah.

Ada kebahagiaan atas sadarnya Aisyah. Namun masalah baru, justru hadir.

Sejak Aisyah sadar, dia tak ingin ditinggalkan Abduh, dia selalu ingin memegang tangan Abduh. Dia sangat takut ditinggalkan.

Sikap Aisyah membuat Abduh semakin sulit, dia tak tahu harus berbuat apa.

Lihat selengkapnya