Beberapa hari setelah kejadian itu, ada perbedaan yang begitu kentara pada hubungan Delia dan Raffi. Semua anggota keluarga nampaknya memerhatikan keanehan tersebut, terlebih Surya, ayah kandung Delia.
Pria berkacamata itu lantas menarik lengan Raffi, menyeretnya ke halaman belakang demi bertanya apakah telah terjadi sesuatu pada mereka berdua.
"Ada apa dengan kalian? Bertengkar lagi?"
Raffi tidak langsung menjawab. Mungkin bertanya-tanya, mengapa semudah itu ketahuannya apabila dia dan Delia sedang bertengkar. Apakah memang sekentara itu?
"Tidak mau menjawab, berarti iya. Apa lagi masalahnya sekarang?" tanya Surya lagi seraya mengangkat alis.
"Masalah pernikahan?" tebaknya tepat sasaran.
Melihat pria muda di depannya tidak menjawab lagi, akhirnya dia menemukan letak permasalahannya sekarang. "Raff, dengarkan Paman, mengenai keputusan Delia, bukankah sebagai sahabatnya kau harus mendukungnya? Bahkan meski rasanya pahit, apa kau tega melihat putri paman bersedih? Ternyata gara-gara kau rupanya yang membuat Delia jadi murung."
"Tak disangka tapi tak mengejutkan juga. Harusnya paman sudah bisa menebaknya." ucapnya terdengar mengeluh.
"Maafkan saya," Raffi berkata dengan kepala menunduk rendah. Ia sadar betul bahwa sikapnya sekarang tidak menunjukkan selayaknya pria yang dewasa. Masih bertindak kekanak-kanakan padahal dia senantiasa memastikan dirinya dipandang sebagai pria dewasa, bukankah itu lelucon sekarang?
Surya mengembuskan napas keras, merasa dilema sekaligus kasihan dengan pria muda di hadapannya. Ia tahu dari awal malah, bagaimana Raffi memendam suka pada putrinya tersebut.
Ia tidak bertindak apa pun, tidak juga menghalangi dan sepenuhnya membiarkan kedua orang bersahabat itu menentukan hubungan masing-masing. Dia hanya tak mengira, bila Raffi tidak langsung mengungkapkan perasaannya pada Delia dan malah memendamnya lama sekali.
Sudah bertahun-tahun, entah sakit macam apa yang dirasakan oleh Raffi tiap kali melihat putrinya itu dekat dengan pria lain.
Namun, dia juga tak bisa menyalahkan Delia atas tindakan tak sengajanya di mana telah menyakiti sahabatnya itu. Delia tak pernah tahu bila Raffi memiliki perasaan lebih dari sekedar persahabatan. Raffi terlalu lihai menyembunyikan isi hatinya hingga Delia tak pernah bisa melihatnya.
Surya yang tadinya berdiri kemudian duduk. Kedua tangannya ada di atas meja, saling bertautan erat, "Paman berulang kali mengingatkan kau tentang ini. Jangan menyesal karena memilih memutuskan memendam perasaan tanpa mau mengutarakannya."
Rahang pria itu mengetat, pertanda betapa dia kini menyalahkan dirinya sendiri. Ucapan pria dewasa di belakangnya tidaklah salah. Dia lah yang salah, yang terlalu pengecut. Karena takut ditolak dan menyebabkan hubungan persahabatan mereka hancur berantakan, dia lebih memilih memendam perasaan selama bertahun-tahun.
Lalu sekarang, setelah hal yang ditakutinya benar-benar terjadi, hanya ada penyesalan serta rasa sakit yang menantinya.