"Khaisan," panggil kyai Syakir Mussadad El-Sheikh, membuat pemuda yang tengah mencari kayu bakar untuk mengusir nyamuk itu segera berjalan kearah kyainya.
"Ada apa kyai?" Tanya pemuda tersebut.
"Duduk," kyai Syakir menepuk kayu besar di dekatnya, sebagai dudukan. Khaisan kini duduk, begitu juga dengan ketiganya yang tidak mau ketinggalan dengan apa yang akan kakeknya katakan.
"Aku tunjuk satu perempuan untuk kamu nikahi Khaisan, letak rumah perempuan itu ada disebelah timur dari pesantren," kyai Syakir menunjuk kearah rumah-rumah yang tidak jauh dari pesantren. "Datanglah kerumahnya dan pinta dia kepada orang tuanya, bahwa kamu siap menikah dengan dia."
Mendengar itu Khaisan mengernyit bingung, namun setelahnya dia mengangguk. "Siapa perempuan itu kyai?"
"Alfathunisa Husna Kamilah."
Angin berhembus mengenai wajah Khaisan, hangat. Seketika dirinya memejamkan mata, mengingat mimpinya setiap malam, seorang yang selalu mengusik tidurnya, ketika perempuan itu datang dalam mimpinya, Khaisan selalu merasakan hembusan angin di wajahnya.
"Carilah rumahnya Khaisan," ucap sang kyai.
"Kakek tidak langsung memberi tahu rumahnya?" Tanya Fahzan.
Kyai Syakir menggeleng. "Biarlah Khaisan berusaha mencari rumah perempuan itu."
Khaisan kembali mengangguk, biarkan dirinya berusaha mencari rumahnya. Khaisan sangat yakin perempuan tunjukkan kyai-nya itu memanglah yang terbaik untuknya dan jawaban dari setiap mimpinya.
"Kek, apa keistimewaan perempuan itu?" Kali ini Fauzan yang bertanya.
"Banyak Abhizar Fauzan," jawab sang kyai.
Mereka mengangguk, tidak akan ada yang salah jika seorang kyai Syakir memberikan petunjuk kepada para santrinya.