Kali ini Khaisan mengangguk, dia segera kembali ke tokonya, namun langkahnya terhenti ketika di hadapannya ada seorang gadis, gadis yang setiap tahunnya selalu membeli sarung di tokonya, entah mengapa tiba-tiba saja Khaisan tersenyum dengan kehadiran gadis itu.
"Assalamu'alaikum, ada orang?"
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Husna membalikkan badannya ketika mendapati jawaban, laki-laki bersorban itu lagi, Husna harus berapa kali terdiam dengan penampilan laki-laki yang saat ini ada di hadapannya. Husna bisa melihat, bahwa laki-laki di hadapannya, kini menunduk.
"Aku mau beli sarung."
"Seperti tahun-tahun lalu?"
"Iya."
"Silahkan masuk."
Husna kini masuk, sedangkan Khaisan duduk menunggu di luar, membiarkan Husna memilih sarungnya tanpa ada rasa gugup karena ada dirinya.
"Husna," panggil seorang laki-laki dari arah luar toko yang tidak begitu jauh.
"Alfathunisa Husna Kamilah!!" panggilnya lagi ketika sang pemilik nama tak kunjung menoleh dan hanya fokus pada sarung di hadapannya.
Mendengar namanya dipanggil, Husna menoleh, "Akbar?" Husna berjalan keluar dari toko.
Khaisan mengangkat pandangannya, melihat perempuan yang baru saja melewatinya, senyumnya kini terukir di bibir tipisnya, perempuan yang sudah dua hari ini dia cari, kini berada dekat dengannya.
Namun senyum itu kembali datar, ketika melihat Husna saling bercanda dengan seorang laki-laki.
"Jadi kamu baru mau beli sarung sekarang, bar?"
"Iya na, pasti kamu mau beli sarung buat almarhum bapak kamu," tebak Akbar yang begitu sangat mengerti kehidupan sahabat kecilnya itu.
Husna mengangguk, "aku sudah selesai memilih, tinggal bayar bar, aku ngga bisa nunggu kamu ya? Soalnya bunga aku masih berantakan."
"Iya, ngga papa na."
"Aku bayar dulu."
"Aku yang bayarin."